Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Outlook Ekonomi 2023

Demikian juga dengan Pemerintah dan Bank Indonesia, sesuai dengan tujuan masing-masing, mereka melakukan proyeksi perekonomian nasional untuk basis perhitungan APBN, kebijakan ekonomi makro, mikro, perdagangan, kebijakan sektoral dan kaitannya dengan indikator lain seperti kesejahteraan rakyat dan sosial.

Evaluasi secara umum dinyatakan bahwa tahun 2022 lebih baik dari tahun 2021. Penyebaran pandemi covid-19 sudah sangat menurun pada awal 2022 hingga saat ini.

PPKM sudah berada pada level terendah dan diharapkan mencapai bebas covid-19 pada 2023. Dua kali vaksin sudah disebarluaskan, plus booster. Bahkan saat ini penduduk usia 60 tahun keatas dapat memperoleh booster kedua.

Kinerja impresif perekonomian Indonesia juga terus dipertahankan sepanjang tahun 2022 dan didukung dengan faktor eksternal yang masih cukup aman.

Sektor keuangan masih tetap sehat, sehingga Indonesia tidak termasuk ke dalam negara yang rentan terhadap masalah keuangan.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III-2022 tumbuh impresif 5,72 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun 2022 diperkirakan di atas 5,2 persen, naik dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar 3,69 persen.

Pada 2023, misalnya, Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2023 sebesar 5,3 persen. Proyeksi Bank Indonesia pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 pada kisaran 4,5 persen-5,3 persen. Dua-duanya masih sejalan.

Pemerintah menggunakan proyeksi tersebut sebagai asumsi dalam perhitungan APBN tahun berikutnya. Sementara Bank Indonesia menggunakan proyeksi tersebut untuk melakukan perhitungan inflasi dan besaran kebijakan moneter yang diperlukan untuk mencapai target makronya.

Di samping pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia juga memperkirakan proyeksi inflasi. Tahun 2023 inflasi yang dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) diperkirakan menurun dan kembali ke dalam sasaran jangka menengah 3,0±1 persen.

Lembaga-lembaga internasional juga melakukukan proyeksi untuk keperluan perbandingan antar negara dan program-program terkait.

Tahun 2023, lembaga-lembaga internasional, seperti IMF, WB, ADB dan lembaga lainnya memperoyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada rentang antara 4,7 persen hingga 5,1 persen.

Meskipun di bawah proyeksi Pemerintah dan Bank Indonesia, pertumbuhan di kisaran 5 persen sudah dalam jalur yang benar dibandingkan dengan negara tetangga lainnya.

Ancaman Global

Tahun 2023 akan diperkirakan mulai datang badai resesi global. Inflasi global belum mereka, Inflasi di AS masih tinggi, suku bunga FFR tampaknya masih akan dinaikkkan awal 2023.

Kenaikan suku bunga di AS menjadi triger suku bunga di Indonesia dan emerging market yang lain ikut naik.

Covid-19 masih belum sepenuhnya bebas, khususnya di China. Pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 akan melambat bersamaan dengan terjadinya inflasi global dan ketidakstabilan mata uang.

Beberapa respons telah dilakukan di tingkat global adalah pembentukan Pandemic Fund dan peningkatan dana IMF dalam bentuk SDR.

Jumlah komitmen kepada dana pencegahan krisis IMF mencapai 81,6 miliar dollar AS dalam bentuk mata uang gabungan-- Special Drawing Rights (SDRs) dengan kesanggupan total adalah 100 billion dollar AS untuk negara yang membutuhkan.

Ada juga dana Resilience and Sustainability Trust (RST) untuk membantu negara low-income countries, negara kecil dan negara menengah yang rawan atau negara yang sedang melakukan reformasi struktural, namun menghadapi risiko makroekonomi, termasuk pandemik dan perubahan iklim.

Kemudian komitmen untuk membentuk pandemic fund, jika terjadi suatu pandemi lagi di masa depan.

Dalam deklarasi G20 disebutkan bahwa Pandemic fund yang dibutuhkan mencapai sebesar 31,1 miliar dollar AS per tahun untuk membiayai sistem pencegahan, persiapan, dan respons terhadap pandemi pada masa yang akan datang.

Dana tersebut nantinya akan berasal dari anggota G20, negara non G20, dan lembaga filantropis dunia.

Di Indonesia, kita terus berbenah. Bank Indonesia terus melakukan penyesuaian dengan kondisi global.

Pada 22 Desember 2022, BI menaikkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps, hingga menjadi 5,50 persen. Kenaikan suku bunga tersebut untuk mestabilkan ekonomi.

Menjelang akhir tahun, nilai tukar Rupiah terdepresiasi 8,56 persen (ytd) dibandingkan dengan akhir 2021. Depresiasi nilai tukar Rupiah tersebut relatif lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara lain di kawasan, seperti Tiongkok 8,96 persen (ytd) dan India 10,24 persen (ytd).

Di sisi perbankan, permodalan tetap kuat dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio /CAR) Oktober 2022 tetap tinggi sebesar 25,08 persen. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan /NPL) pada Oktober 2022 yang tercatat 2,72 persen (bruto) dan 0,78 persen (neto) dalam batas yang aman.

Tahun 2022, Indonesia sudah mulai memperkuat ketahanan sektor keuangan. UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) sudah disahkan.

Isinya antara lain, pertama, penguatan dan stabilitas sistem keuangan jaring pengaman sistem keuangan. Kedua, penguatan kebijakan sektor keuangan. Ketiga, penguatan tata kelola lembaga keuangan dalam pelaporan, inovasi teknologi, dan literasi keuangan.

Keempat, pengaturan mengenai konglomerasi keuangan, akses pembiayaan, inklusi keuangan. Kelima memperkuat kegiatan usaha koperasi simpan pinjam, lembaga keuangan mikro, dan lembaga keuangan syariah.

Pengaturan omnibus UU P2SK dimaksudkan supaya sinergi yang lebih optimal dari lembaga-lembaga tersebut dalam mengelola penanganan dan pengembangan sektor keuangan di Indonesia.

Materi dan tujuan UU ini sudah sejalan. G20 menyerukan kepada semua negara untuk memperkuat resiliensi kebijakan moneter, tata kelola dan kesehatan sektor keuangan menghadapi berbagai rangkaian krisis keuangan global yang akan datang secara bergelombang.

Tugas dari BI, OJK dan LPS tidak lagi hanya membentengi stabilitas makro ekonomi, namun juga harus dapat menahan penurunan laju pertumbuhan ekonomi dan menjaga dari goncangan yang tiba-tiba.

UU P2SK tetap menetapkan independensi kebijakan moneter oleh Bank Indonesia. Tindakan-tindakan BI dalam berbagai kebijakan moneter tetap dapat dilaksanakan secara independen dengan penuh tanggung jawab.

Perluasan peran LPS dalam penanganan bank dan asuransi yang mengalami masalah likuiditas dan solvabilitas ada dalam UU.

Demikian juga dengan OJK, dengan adanya legalitas ini, OJK akan dapat berperan lebih besar dalam kesehatan, pertumbuhan dan inklusifitas sektor keuangan.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa UU P2SK dimaksudkan menjaga stabilitas makro ekonomi melalui kredibilitas kebijakan, pola koordinasi, tata kelola dan intermediasi jasa keuangan serta antipasti krisis.

Prospek sektor riil akan sangat tergantung pada respons kebijakan makro, yakni upaya menurunkan inflasi, suku bunga, stabilitas nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan sektor keuangan dan perbankan akan menjalankan fungsi intermediasi.

Bank harus juga mampu untuk menolong nasabah yang kesulitan usaha karena masalah eksternal dan rawan.

Prospek 2023 bagi Indonesia tergolong cukup baik di tengah badai krisis keuangan global. Covid-19 belum seluruhnya mereda. Kesiapan dunia dan domestik sudah cukup optimal, namun pada akhirnya tergantung seberapa besar efek domino akan terjadi dan secapat apa respons kebijakan.

Kebijakan yang baik belum tentu berjalan tanpa penguatan kelembagaan untuk dapat bergerak cepat dan tetap terlindungi dari masalah hukum. Waktu belum tentu berpihak kepada kita. Selama Tahun Baru 2023.

https://money.kompas.com/read/2022/12/26/064154026/outlook-ekonomi-2023

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke