Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pertamina Menuju Dekarbonisasi

PERTAMINA (Persero), sebuah perusahaan minyak dan gas negara, tengah bersiap melakukan dekarbonisasi di setiap lini bisnis dalam rangka mendukung pemerintah Indonesia mencapai net zero emission pada tahun 2060. Proyek dekarbonisasi Pertamina dilakukan dengan mengembangkan peta jalan dekarbonisasi aset dan pembangunan bisnis hijau (green business building).

Peta jalan menuju ke sana sudah terungkap dalam Nikkei Forum 28th "Future of Asia", di Tokyo, pada 26 Mei 2023.

Langkah konkret yang dilakukan Pertamina adalah dengan jalan new business building untuk renewable energy atau energi baru terbarukan. Energi baru terbarukan ini mencakup pengembangan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), mikro hydro.

Dekarbonisasi juga dilakukan melalui pembangkit listrik ramah lingkungan, losses reduction, elektrifikasi armada, elektrifikasi peralatan statis, carbon capture storage (CCS) dan low carbon fuel for fleets.

Dengan pengembangan energi baru terbarukan ini, Pertamina berharap kontribusi revenue (pendapatan) lebih besar. Saat ini kontribusi pendapatan dari bahan bakar fosil Pertamina masih sekitar 82 persen.

Berdasarkan data dari Nikkei Forum, Pertamina berharap bisnis baru di bidang energi baru terbarukan dapat menurunkan kontribusi dari fosil menjadi 60 persen di tahun 2030.

Tahun 2060, target pendapatan dari energi baru terbarukan di kisaran 30-35 persen. Pertanyaannya adalah bagaimana cara Pertamina mencapai target dekarbonisasi dan menurunkan pendapat dari energi fosil?

Subholding Jadi Jangkar

Dengan target ambisius di tahun 2060, Pertamina harus melakukan konversi dari energi fosil ke energi terbarukan. Saat ini energi fosil masih mendominasi. Hal itu kelihatan dari produksi migas Pertamina di atas 500.000 barel per hari.

Dengan cadangan minyak yang makin terkikis dan hanya tersisa belasan tahun, Pertamina wajib hukumnya untuk secara perlahan melakukan proses transisi ke energi ramah lingkungan.

Pengembangan lini bisnis energi baru terbarukan ini sudah didorong Pertamina lebih jauh melalui Pertamina Goetermal Energi (PGE) yang sudah melakukan pencatatan saham di pasar modal tahun 2023.

Pertamina sudah memahami sejak awal bahwa posisi Indonesia yang terletak di area cincin api, menjadi salah satu pusat energi panas bumi di dunia. Untuk itu, Pertamina mendirikan Pertamina Geotermal Energi (PGE) demi mengembangkan panas bumi sejak tahun 1974. PGE sudah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2023 ini.

Dengan tercatat di bursa, laporan keuangnnya bisa diakses semua orang, lebih transparan, dan masyarakat Indonesia mengetahui apa yang dilakukan Pertamina di sektor energi baru terbarukan. PGE sudah menemukan 70 wilayah panas bumi dan telah menghasilkan energi ramah lingkungan.

Sejak tahun 2006, PGE telah berkontribusi 82 persen untuk kapasitas energi panas bumi terpasang di Indonesia. Ini menjadi komitmen Pertamina untuk memberikan energi masa depan yang lebih hijau. Sampai tahun 2022, PGE telah memasok listrik lebih dari dua juta rumah tangga di Indonesia dengan potensi pengurangan emisi mencapai 9,7 juta ton CO2 per tahun.

Komitmen pengembangan energi baru terbarukan dari PGE terbukti dari persiapan untuk biaya investasi mereka tahun tahun 2023 ini. Total investasi PGE mencapai Rp 34 triliun tahun 2023.

Biaya itu untuk pengembangan proyek PLTP Lumut Balai Unit 2 berkapasitas 55 mega watt (MW) di Sumatera Selatan, PLTP Hululais 2 x 55 MW di Bengkulu, dan PLTP Sungai Penuh 55 MW di Kerinci, Jambi. Tiga proyek ini menambah deretan portfolio proyek PGE yang sudah berjalan, seperti PLTP Kamojang Unit I-V, PLTP Lahendong Unit I-VI, PLTP Ulubelu Unit I-IV, PLTP Karaha Unit I, dan PLTP Lumut Balai Unit I. Semua proyek yang sudah berjalan ini berkapasitas 1.877 MW.

Dengan melihat ekspansi yang dilakukan PGE, saya yakin proses transisi menuju energi baru terbarukan sudah mulai berjalan. Pertamina di masa mendatang boleh berharap peningkatan pendapatannya juga disumbangkan dari energi baru terbarukan.

Itulah juga yang diungkapkan dalam Nikkei Forum tahun 2023. Untuk aspek new business building, melalui subholdingnya (PGE), Pertamina berupaya mengeksplorasi sumber daya energi baru yang diharapkan dapat memberi lebih banyak kontribusi pendapatan.

Pertamina berkewajiban untuk memastikan energi bagi masyarakat tersedia, terjangkau, dan dapat diandalkan. Ini harus diseimbangkan agar bisa mengamankan energi nasional dan bisa melakukan konversi ke energi hijau.

Dalam 10 tahun atau belasan tahun ke depan, energi fosil memang tetap menjadi tulang punggung dan berkontribusi besar bagi pendapatan Pertamina. Ini tak boleh lepas dari peran Pertamina melakukan eksplorasi minyak dan gas di hulu dan pengolahan di sektor hilir melalui pembangunan kilang menjadi bahan bakar minyak (BBM), seperti solar, bensin, diesel dan avtur untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik.

Indonesia tak boleh tergantung pada korporasi asing atau modal asing untuk mengamankan energi nasional. Pertamina mesti menjadi perusahaan yang dapat diandalkan untuk menjaga keamanan energi nasional. Untuk itu, pengolahan energi baru terbarukan, seperti yang dilakukan subholding Pertamina, PGE adalah langkah penting untuk mengamankan energi berbasis hijau di masa depan.

Kita paham, mustahil melakukan konversi energi fosil ke energi hijau dalam waktu sekejap. Hal ini membutuhkan waktu dan kapasitas sumber daya manusia (SDM) untuk merealisasikan dekarbonisasi melalui pengembangan energi berbasis hijau.

Pertamina tentu harus berupaya menahan laju penurunan alami lapangan minyak dan gas dengan melakukan injeksi dan memanfaatkan emisi karbon untuk meningkatkan produksi migas.

Tak salah jika pada 26 Mei 2023, kampus milik Pertamina, Universitas Pertamina menjalin kerja sama dengan dua Universitas di Jepang, yakni Tokyo University dan Kyushu University. Kerja sama ini untuk mendukung Pertamina dalam rangka program transisi energi dan target net zero emission (NZE) tahun 2060. Kerja sama tersebut berlangsung dalam acara Nikkei Forum ke 28 yang berlangsung di Tokyo Jepang.

Kerja sama dengan kedua univesitas Jepang ini untuk memperkuat kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperlukan Pertamina sebagai perusahaan energi, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan aktivitas keberlanjutan yang mendukung aspek lingkungan, sosial dan tata kelola.

Kerja sama Universitas Pertamina dan Universitas Tokyo dan Universitas Kyushu merupakan langkah positif bagi Pertamina sebagai korporasi dalam menjalankan proyek inisiatif transisi energi Pertamina sekaligus mendukung target pemerintah dalam net zero emission 2060. Ini juga harus dibaca bahwa Pertamina mesti memiliki SDM handal untuk menjalankan program transisi energi.

Kehandalan SDM harus sejalan dengan upaya peringkat ESG (Environmental, Social and Governance). Dalam dunia modern, korporasi harus menjaga ESG. Dunia sekarang memiliki standar tinggi untuk lingkungan hidup, urusan sosial dan tata kelola. Pertamina sebetulnya telah melakukan itu dengan baik.

Berdasarkan data yang tersedia, ESG Pertamina sangat baik dan perlu ditingkatkan terus. Dari peringkat 41,6 (severe) pada tahun 2021, kemudian naik menjadi 28,1 (medium) dan pada Oktober 2022 naik menjadi 22,1 (medium).

Dengan skor tersebut, saat ini ESG Pertamina berada di urutan ke-2 dunia dalam kategori integrated oil and gas company berdasarkan peringkat Sustainalytics. Ini tentu harus menjadi acuan agar program dekarbonisasi harus menjadi perhatian semua perusahaan.

Pertamina sebagai perusahaan milik negara harus menjadi pelopor bagi peningkatan ESG agar pembangunan bukan hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga development sustainability atau pembangunan berkelanjutan dengan menjaga lingkungan alam sekitar.

Korporasi juga bukan hidup sendiri, tetapi berdampingan dengan warga sebuah negara. Maka, perhatian terhadap isu-isu sosial dan tata kelolah menjadi sangat penting.

Ekonomi pertumbuhan telah mendorong terjadinya penghancuran lingkungan. Setelah hancur dan habis tak ada lagi keberlanjutan. Kerusakan lingukungan yang menimpa masyarakat sudah sangat parah.

Karena itu, membangunan energi hijau untuk masa depan adalah sebuah imperatif kategoris yang tak boleh ditunda-tunda.

Kepentingan Jangka Panjang

Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan, perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, maka pembangunan ekonomi termasuk pemanfaatan sumber daya alam (SDA) untuk kepentingan jangka panjang.

Keamanan energi dan isu keberlanjutan tidak bisa ditunda-tunda. Korporasi besar, seperti Pertamina, harus menjadi pelopor untuk menciptakan lingkungan dan energi hijau di masa depan.

https://money.kompas.com/read/2023/06/20/153626826/pertamina-menuju-dekarbonisasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke