Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bakal Ada Larangan Jual Rokok Eceran, Gimana Nasib Pedagang Kaki Lima?

Bagi pedagang kaki lima dan asongan, aturan ini tentu saja bakal memberatkan. 

Seorang pedagang rokok ketengan di kawasan lapangan Sempur Bogor yang enggan disebutkan namanya mengatakan, larangan penjualan rokok eceran jelas akan menurunkan pendapatannya.

Pria yang telah membuka kios kecil di area tersebut lebih dari 3 tahun tersebut mengaku lebih banyak pelanggannya yang memilih membeli rokok eceran daripada rokok bungkusan.

"Ya kalau ada larangan itu, saya takut yang beli rokok eceran bisa berkurang ya, kan nurunin pendapatan saya juga. Soalnya disini yang beli kebanyakan bukan pelanggan tetap, ada yang tetap, tapi banyakan yang lewat-lewat saja," kata dia kepada Kompas.com Minggu (17/9/2023).

Ketua Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), Ali Mahsun Atmo mengatakan, jika alasan larangan penjualan rokok eceran dengan dalil mencegah anak-anak untuk tidak merokok, maka seharusnya bukan dengan melarang penjualan tapi tergantung pada pendidikan di rumah, sekolah, dan lingkungan sekitar.

Ali, yang juga Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI), menambahkan kebijakan ini juga menyangkut keberlangsungan mata pencaharian para pedagang, khusunya penjual rokok eceran.

“Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Ratusan ribu pedagang asongan dan pedagang rokok itu bisa saja mengalami gulung tikar. Kalau hak mereka diambil negara, berarti negara telah melanggar pasal 27 UUS 1945 yaitu mengambil hak rakyat untuk mendapat kehidupan dan pekerjaan yang layak,” katanya, melalui keterangan pers, Sabtu (17/9/2023). 

Selain itu, Ali menjelaskan larangan penjualan rokok eceran dapat menyuburkan peredaran rokok ilegal dan akan menciptakan persoalan baru bagi pemerintah.

“Rokok ilegal akan menjadi pilihan masyarakat karena harganya yang murah. Harga murah tersebut disebabkan rokok ilegal tidak membayar cukai rokok kepada negara. Padahal, cukai rokok memiliki kontribusi besar bagi pendapatan negara,” tambah dia.

Dia menambahkan, aturan ini juga akan mematikan usaha kecil, seperti pedagang asongan. Konsumen rokok terbesar juga sampai saat ini adalah kalangan dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.

"Menurut saya, lebih arif dan bijak kalau (aturan) ini ditinjau kembali. (Harga rokok) Dinaikkan silakan, tapi rokok ketengan jangan dilarang, karena itu akan mematikan usaha kecil," paparnya, dikutip dari TribunJabar beberapa waktu lalu. 

Dia menyarankan, pemerintah mendukung produk rokok UMKM atau komunitas, seperti rokok herbal buatan pesantren atau koperasi.

"Selama ini dipersilakan, artinya tidak tidak dibatasi peredarannya, sebetulnya tidak masalah, malah bisa memajukan UMKM. Otomatis kuli bangunan, tukang becak, yang biasa beli rokok ketengan, mungkin akan beralih ke produk UKM ini," pungkasnya.

https://money.kompas.com/read/2023/09/17/120000726/bakal-ada-larangan-jual-rokok-eceran-gimana-nasib-pedagang-kaki-lima-

Terkini Lainnya

J Trust Bank Hadirkan Program Tabungan sekaligus Penanaman Mangrove

J Trust Bank Hadirkan Program Tabungan sekaligus Penanaman Mangrove

Whats New
Pasar Perbaikan Pesawat di RI Besar, FL Technics Buka Fasilitas MRO di Bandara Ngurah Rai dan Raih Sertifikat FAA

Pasar Perbaikan Pesawat di RI Besar, FL Technics Buka Fasilitas MRO di Bandara Ngurah Rai dan Raih Sertifikat FAA

Whats New
UNESCO Tetapkan Semen Padang Sebagai Warisan Kolektif Asia Pasifik

UNESCO Tetapkan Semen Padang Sebagai Warisan Kolektif Asia Pasifik

Whats New
Perempuan Duduki 60 Persen Posisi Manajemen di Prudential Indonesia

Perempuan Duduki 60 Persen Posisi Manajemen di Prudential Indonesia

Work Smart
Awasi Bus Pariwisata Tak Berizin, Kemenhub Perlu Kerja Sama dengan Instansi Lain

Awasi Bus Pariwisata Tak Berizin, Kemenhub Perlu Kerja Sama dengan Instansi Lain

Whats New
Ada Modus Penipuan Mengatasnamakan Bukalapak, Pengguna dan Masyarakat Diminta Waspada

Ada Modus Penipuan Mengatasnamakan Bukalapak, Pengguna dan Masyarakat Diminta Waspada

Whats New
Tumbuh 12,4 Persen, Kredit Perbankan Tembus Rp 7.245 Triliun pada Kuartal I 2024

Tumbuh 12,4 Persen, Kredit Perbankan Tembus Rp 7.245 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Whats New
Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Whats New
Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Whats New
Didukung Konsumsi yang Tinggi, Prospek Bisnis Distribusi Beras Dinilai Makin Cerah

Didukung Konsumsi yang Tinggi, Prospek Bisnis Distribusi Beras Dinilai Makin Cerah

Whats New
PGN Lunasi Utang Obligasi Dollar AS Pada 2024

PGN Lunasi Utang Obligasi Dollar AS Pada 2024

Whats New
Sandiaga: Investasi di Sektor Parekraf Capai Rp 11 Triliun di Kuartal I 2024

Sandiaga: Investasi di Sektor Parekraf Capai Rp 11 Triliun di Kuartal I 2024

Whats New
Kelas 1,2,3 Diganti Jadi KRIS, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Kelas 1,2,3 Diganti Jadi KRIS, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Whats New
Harga Bahan Pokok Selasa 14 Mei 2024 Mayoritas Naik

Harga Bahan Pokok Selasa 14 Mei 2024 Mayoritas Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke