Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penyelenggara Sistem Komunikasi Kabel Laut Internasional Wajib Jadi Anggota Konsorsium

JAKARTA, KOMPAS.com - Posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan terbentang di sekitar Asia-Pasifik, menyebabkan penyelenggara Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) internasional ingin menggelar jaringan di negeri ini.

Bukan hanya SKKL, bahkan penyelenggara kabel listrik sedang melakukan pembahasan pemanfaatan wilayah Indonesia untuk mentransfer listrik antar negara.

Tercatat ada tiga proyek SKKL dan satu proyek kabel listrik yang ingin melakukan pembangunan di perairan Indonesia.

Pertama, proyek Echo, merupakan kolaborasi Meta, Google dengan XL Axiata. Kedua, proyek Bifrost kerja sama Meta, Keppel Midgard dengan Telekomunikasi Indonesia International (Telin), anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk.

Ketiga, proyek Apricot kolaborasi Meta, Keppel Midgard dengan NTT, serta Proyek Sun Cable untuk Kabel Listrik.

Ketua Tim Jaringan Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Aditya Iskandar menyatakan penyelenggara SKKL harus memenuhi Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021, di Pasal 13 sampai 19, soal tata kelola penyelenggara SKKL internasional.

Di antaranya harus bekerja sama dengan penyelenggara SKKL lokal agar mendapatkan landing right atau hak labuh. Mereka juga harus memiliki pengalaman operasi minimal selama 5 tahun dan memenuhi kewajiban pembangunan 100 persen.

Tidak hanya itu, yang terutama penyelenggara SKKL lokal yang bekerja sama dengan SKKL Internasional harus menjadi anggota konsorsium dan memenuhi kewajiban minimal 5 persen dari total investasi. Dengan investasi minimal 5 persen itu, untuk memperkuat posisi penyelenggara SKKL lokal dalam Proyek SKKL internasional.

"Dengan mereka harus menjadi anggota konsorsium, mereka bisa mengendalikan dan mengoperasikan sistem SKKL yang mereka bangun. Bukti negara hadir dalam badan usaha penyelenggara lokalnya," ujar Aditya, Kamis (21/9/2023).


Penyelenggara SKKL lokal juga harus memiliki pengalaman minimal 5 tahun.

"Kemampuan finansial dalam hal ini kemampuan investasi 5 persen dari total investasi SKKL internasional di Indonesia. Dan mereka bagian dari konsorsium SKKL tersebut," lanjutnya.

Terkait pembangunan infrastruktur kabel bawah laut, menjadi kewenangan Kementerian Perhubungan. Pasalnya, masih sedikit kapal-kapal berbendera Indonesia yang mampu melakukan kegiatan penggelaran SKKL. Sementara dalam asas cabotage memerintahkan, setiap kapal yang berada di teritorial Indonesia harus berbendera Indonesia.

Soal asas cabotage dan penggelaran kabel bawah laut, tidak semua kapal berbendera Indonesia bisa melakukan hal ini.

"Tapi kami memiliki mekanisme untuk mengaturnya," ujar Een Nurani Saidah, Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kementerian Perhubungan.

Mekanisme ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Persyaratan Pemberian Persetujuan Penggunaan Kapal Asing untuk Kegiatan Lain di Wilayah Perairan Indonesia yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang dan Barang.

Kemenhub memberikan mekanisme penggelaran kabel bawah laut bisa menggunakan kapal asing.

"Tapi bila masih bisa menggunakan kapal berbendera Indonesia, kami tetap memprioritaskan agar menggunakan kapal Indonesia saja," ujar Een.

Berita ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Jaga Kedaulatan, Penyelenggara SKKL Internasional Harus Jadi Anggota Konsorsium

https://money.kompas.com/read/2023/09/22/215428626/penyelenggara-sistem-komunikasi-kabel-laut-internasional-wajib-jadi-anggota

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke