Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hindari Pinpri, Jauhi Perilaku Konsumtif

Namun demikian, tidak semua masyarakat mengajukan pembiayaan ke bank atau fintech. Masih terdapat masyarakat yang melakukan pinjaman di jasa keuangan tidak resmi dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), salah satunya melalui pinjaman pribadi atau pinpri.

Meskipun selama beberapa pekan terakhir OJK telah menyuarakan kepada masyarakat agar tidak meminjam dana di pinpri, sampai saat ini masih terdapat warganet yang mencoba meminjam dana di entitas ilegal tersebut.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, ketika mencari kata kunci pinpri di platform media sosial X, masih terdapat sejumlah warganet yang mencari pinjaman melalui pinpri. Di sisi lain, terdapat juga warganet yang gencar menawarkan sejumlah dana untuk dipinjamkan.

Lantas, apa sebenarnya alasan masyarakat meminjam dana di pinpri?

Seorang pelajar bernama Foxie (bukan nama asli) menceritakan, alasannya meminjam dana di pinpri ialah adanya kebutuhan pengeluaran yang mendesak, yakni untuk membayar uang kuliah tinggal (UKT). Oleh karenanya, pelajar berusia 20 tahun itu pernah mencoba untuk mencari pinjaman sebesar Rp 3 juta.

"Jadi butuh banget hari itu," kata dia kepada Kompas.com, dikutip Selasa (26/9/2023).

Lebih lanjut Foxie bilang, dikarenakan masih berstatus pelajar, dirinya belum bisa meminjam dana dengan nominal besar di lembaga keuangan resmi seperti fintech legal. Ia menyebutkan, limit pinjaman yang ditawarkan oleh pinjol resmi tidak mencapai Rp 3 juta.

"Aku tahu pinpri ini dari Twitter karena cari pinjaman gitu jadi keluar deh hashtag pinpri ini," ujarnya.

Ia mengaku membutuhkan pinjaman dana sebesar Rp 2 juta. Namun, Namira sudah tidak bisa lagi meminjam di pinjol resmi. Oleh karenanya, ia mencoba mencari alternatif pendanaan lain di kanal media sosial X.

"Karena lagi butuh banget dananya, iseng lah buka Twitter. Tiba-tiba di timeline muncul si pinpri ini. Yaudah iseng tanya-tanya katanya bisa nominal gede tapi harus fee awal kecil," tutur dia kepada Kompas.com.

Dipengaruhi pola konsumtif

Pengamat ekonomi digital sekaligus Direktur ICT Institute Heru Sutadi menilai maraknya pinjaman pribadi atau pinpri dipengaruhi oleh kebutuhan pembiayaan masyarakat yang terbilang masih tinggi.

"Kadang untuk sekolah, perbaikan rumah, kadang juga untuk membayar utang lainnya, sehingga ada beberapa cara orang mendapatkan pinjaman," kata dia kepada Kompas.com

Namun kata dia, ada kebutuhan pinjaman masyarakat yang dipengaruhi oleh judi online dan perilaku konsumtif. Hal ini tercermin dari salah satu kasus satu individu yang meminjam pada 27 pinjaman online.

Perilaku konsumtif tersebut yang kemudian dapat membuat masyarakat terjerat pinjaman yang bersifat ilegal seperti pinpri. Pinpri sendiri sebenarnya dinilai serupa dengan rentenir yang mematok bunga pinjaman mencekik.

Heru bilang, renternir dan pinpri ini menyerupai pinjaman online (pinjol) ilegal. Adapun pengawasan terhadap renternir dan pinjaman pribadi akan sangat sulit dilakukan.

Sementara kehadiran pinjol atau fintech peer-to-peer lending yang diawasi OJK membuat tingkat bunga dan cara penagihan dapat diawasi.

"Kalau memang mau menggunakan pinjol ya cari yang berizin, bunganya diketahui perhitungannya, agar tidak terjerat pinjaman," kata dia.

Bunga mencekik

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, praktik pinjaman pribadi (pinpri) lebih buruk dari renternir yang selama ini ada. Selain itu, Pinpri juga bukan entitas yang diawasi OJK.

Ketua Deputi Komisioner Perlindungan Konsumen OJK Sarjito menururkan, bunga pinjaman yang diterapkan oleh pinpri berkisar 35-40 persen. Hal itu diperparah dengan jangka waktu pinjaman atau tenor yang singkat, berkisar 24-48 jam.

"Sejauh saya ketahui, pinpri ini even worse dibanding lintah darat yang selama ini dikenal," kata dia kepada Kompas.com.

Oleh karena itu, Kepala eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Frederica Widyasari Dewi mengimbau masyarakat lebih cerdas dalam memilih produk keuangan dengan memilih pinjaman yang legal.

“Ini bukan tipe produk yang diawasi OJK, kadang memang masyarakatnya mau aja gitu (ditawari pinjaman ilegal),” kata wanita yang akrab disapa Kiki di Jakarta, Jumat (15/9/2023).

Kiki mengungkapkan, meskipun sedikit lebih repot, mengambil produk pinjaman dari entitas yang legal sangat dianjurkan. Hal itu dinilai penting untuk memitigasi dan mengantisipasi masalah-masalah di kemudian hari yang menyebabkan adanya perselisihan.

“Kan kalau di perusahaan jasa keuangan itu, pasti ditanya KTP-nya, ngisi formulir, dan sebagainya, ya memang repot. Tapi kan lebih aman,” ujar dia.

https://money.kompas.com/read/2023/09/27/053233326/hindari-pinpri-jauhi-perilaku-konsumtif

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke