Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menanti Kehadiran Negara di Terminal Kijing

Penghubung antara Kecamatan Pontianak Timur dan Utara serta sejumlah kabupaten/kota di Kalimantan Barat itu tengah dikembangkan dengan membuat duplikatnya yang berada tepat di samping bangunan eksisting.

Setelah lolos dari sana, kendaraan sudah bisa digeber lumayan laju. Di luar mobil, gelap sudah mulai menyelimuti hari.

Jarak antara Kota Pontianak ke lokasi yang ingin dituju, yaitu Terminal Kijing (berada di bawah administrasi Kabupaten Mempawah), sekira 70 km. Jalan yang dilalui lumayan mulus dan arus kendaraan tidak terlalu ramai.

Setelah kurang-lebih 3 jam berkendara, sampailah di rumah makan tenda yang menyajikan menu Lamongan untuk mengisi perut yang sudah kroncongan. Posisinya beberapa kilometer sebelum terminal itu. Perut penuh, perjalanan dilanjutkan menuju tujuan.

Lampu-lampu bersinar terang ketika mobil memasuki gerbang masuk-keluar Terminal Kijing. Saya dibawa ke kantor pengelola terminal yang terdiri dari Pelindo Regional 2 Pontianak, anak perusahaan dan cucu perusahaan BUMN itu: ada SPMT, PTP dan lainnya.

Gedungnya berlantai dua. Jika layanan peti kemas kelak berjalan, deretan anak usaha ini akan bertambah panjang.

Di sini, saya menerima arahan keselamatan (safety induction) selama berada di area terminal sekaligus alat pelindung diri/APD yang terdiri dari helm dan rompi keselamatan atau safety vest.

Lazimnya terminal, yang bekerja 24/7, kendati malam hari pelayanan kapal dan bongkar-muat berjalan lancar. Saat dikunjungi Pelabuhan Kijing tengah melayani kargo Borneo Alumina Indonesia (BAI) yang tengah mendirikan smelter-nya di Mempawah.

Bila kelak selesai dibangun, fasilitas ini mampu mengubah bijih bauksit menjadi alumina, bahan dasar aluminium.

Berbentuk cerobong asap dan berbagai komponen terkait lainnya, muatan itu dibongkar di bagian dermaga multipurpose. Luasnya 250 meter x 50 meter. Sementara kedalaman kolam sekitar minus 16 meter.

Dengan dimensi seperti ini kapal-kapal berukuran 100.000 deadweight ton bisa dilayani dengan mulus.

Selain dermaga multipurpose, Terminal Kijing juga punya dermaga peti kemas dengan luas 750 meter x 50 meter.

Adapun kedalaman kolamnya sama dengan dermaga serba-guna tadi; artinya, kapal berbobot 100.000 DWT bisa bersandar.

Dermaga peti kemas ini belum beroperasi karena alat bongkar-muat peti kemas (quayside container crane/QCC, rail mounted gantry crane/RMG, dll) belum datang. Namun bantalan rel untuk semua peralatan yang disebutkan sebelumnya sudah terpasang.

Lalu, ada juga dermaga curah kering dan curah cair. Masing-masing berukuran 389 meter x 50 meter dan 500 meter x 50 meter dengan kedalaman kolam minus 16 meter.

Kapal-kapal berbobot 50.000 DWT bisa merapat di keduanya. Untuk dermaga curah kering, disiapkan alat bongkar-muat berupa mobile loading conveyor berkapasitas 300 ton/jam.

Terdapat pula hopper dan grab buat B/M pasir, batubara dan berbagai kargo curah kering lainnya. Dan, dermaga curah cair dilengkapi dengan jaringan pipa sebanyak 5 jalur yang dioperasikan berkerja sama dengan mitra Pelindo.

Semua dermaga yang ada di Terminal Kijing dibangun agak menjorok ke laut sehingga diperlukan jalan akses atau trestle di atas laut untuk masuk ke sana.

Trestle ini panjangnya sekira 3,45 km dengan lebar 19.8 meter. Pada salah satu sisinya, dibangun tatakan pipa (pipe rack) sepanjang 4,62 km, sementara lebarnya 7,2 meter.

Tatakan pipa ini terdiri dari tiga tingkat yang bisa dipasangi 8-10 pipa di setiap tingkatannya. Di atas tatakan inilah nantinya akan dipasang pipa menuju ke kawasan pendukung yang berada di sisi darat pelabuhan. Luasnya 131,5 ha.

Hari makin malam, tubuh mulai lelah. Perlu diistirahatkan segera. Site seeing rencananya akan dilanjutkan keesokan harinya.

Rombongan selanjutnya bergerak ke penginapan yang terletak sedikit mendekat ke Kota Singkawang, namun masih di wilayah Kabupaten Mempawah.

Cukup beristirahat, sekitar pukul 10.00 WIB (sekadar pengingat, tidak ada perbedaan waktu antara Kalimantan Barat dan Jakarta) kembali ke Terminal Kijing. Ternyata view-nya indah sekali di bawah sinar mentari.

Pulau Temajo yang pada malam sebelumnya nyaris tak terlihat kini utuh menampakkan dirinya. Posisinya tepat di muka dermaga dan menjadi breakwater alami bagi terminal.

Terminal Kijing merupakan bagian Pelabuhan Pontianak. Artinya, ia merupakan ekstensi pelabuhan tersebut di mana seluruh aspek bisnis berada dalam kendali General Manager Pelindo Pontianak dan aspek kepemerintahan/regulasi dipegang oleh Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Pontianak.

Terminal Kijing beroperasi pada 9 Agustus 2022, dalam prosesi yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Jelas ‘negara hadir’ di Terminal Kijing.

Lantas, mengapa tulisan ini diberi judul “Menanti Kehadiran Negara di Terminal Kijing”? Bukankah dengan kehadiran Jokowi saat meresmikannya merupakan bukti kehadiran negara?

Di samping itu, pembangunan Terminal Kijing didanai dari APBN, dengan nilai yang mencapai Rp 2,9 triliun.

Lalu, ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) berdasarkan Perpres nomor 43/2017 tentang Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak di Kalimantan Barat. Sesungguhnya negara telah hadir.

Begini jawabannya. Memang negara sudah hadir di sana, namun kehadirannya tidak cukup. Karenanya diperlukan kembali kehadirannya.

Hal ini berangkat dari berbagai masukan (sebetulnya keluhan) yang disampaikan oleh pemangku kepentingan, dalam hal ini pelayaran peti kemas internasional yang sudah melakukan penjajakan ke Terminal Kijing, terkait kondisi bunkering atau BBM dan pandu-tunda alias pilotage.

Menurut mereka, suplai BBM untuk kapal peti kemas perlu ditingkatkan sehingga tidak perlu mengisi ulang di Malaysia atau Singapura. Jika ini dapat dipenuhi, maka mereka akan bisa melakukan pelayaran langsung.

Di samping pasokan yang cukup, tentu saja soal harga menjadi perhatian mereka. Permasalahan pilotage, biayanya relatif tinggi karena ada pengenaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di samping biaya yang ditagih oleh operatornya.

Kedua isu di atas tidak berada dalam pengelolaan Pelindo; ia berada pada perusahaan atau lembaga pemerintah.

Bunkering adalah kewenangan Pertamina dan PNBP merupakan ranahnya Kementerian Perhubungan.

Agar Terminal Kijing betul-betul bisa menjadi pemain di kawasan, seperti statusnya sebagai terminal internasional, negara harus hadir.

Idealnya, tuntutan para pelayaran (lokal dan internasional tentu saja) bisa dipenuhi. Semoga.

https://money.kompas.com/read/2023/12/24/103000026/menanti-kehadiran-negara-di-terminal-kijing

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke