Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Internasional Doyan Kopi Arabika Sumut

Kompas.com - 08/06/2008, 20:02 WIB

MEDAN,MINGGU - Kopi jenis arabika spesial asal Sumatera Utara yang dikenal dengan sebutan kopi mandailing banyak diminati gerai kopi internasional di Jepang, Amerika Serikat dan Eropa. Sayangnya, Sumatera Utara masih belum bisa memenuhi tingginya permintaan kopi jenis tersebut.

Menurut Ketu a Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumatera Utara (Sumut) Suyanto Husein, kopi arabika spesial asal Sumut sudah memiliki brand yang kuat di pasar internasional. Permintaan dari gerai kopi atau coffe shop seperti Starbucks asal Amerika Serikat (AS) maupun gerai kopi di Eropa dan Jepang setiap tahunnya kata Suyanto sangat tinggi.

"Produksi kami baru sekitar 20.000 ton sampai 25.000 ton pertahun. Sementara permintaannya jauh lebih tinggi dari angka tersebut. Saat ini kami tengah berupaya agar petani kopi di Sumut bisa meningkatkan produktivitas serta menjaga kualitas kopi mereka ," kata Suyanto di Medan, Minggu (8/6).

Kopi arabika asal Sumut menurut Suyanto di pasar internasional punya merek dagang kopi mandailing. Jenis kopi ini sudah mulai ditanam di daerah Lintong, Humbang Hasundutan dan Sidikalang. Memang ada kopi arabika speciality Sidikalang, tetapi untuk mudahnya, pembeli di Amerika menyebutnya sebagai arabika sumatera atau arabika mandailing, ujarnya.

Kopi jenis arabika di Indonesia lanjut Suyanto memiliki keistimewaan dibanding dari negara-negara lain. Menurut dia, hanya Indonesia, satu-satunya negara pengekspor kopi yang memiliki lima jenis kopi arabika speciality, yang tersebar di lima wilayah yakni Toraja Sulawesi Selatan, Bali, Jawa, Sumut (Mandailing) dan Aceh (Gayo). "Di negara lain seperti Jamaika, kopi arabikanya hanya satu jenis. Indonesia karena negaranya kepulauan, memiliki banyak arabika speciality, sebab lain tempat lain pula karakter tanahnya," kata Suyanto.

AEKI Sumut menurut Suyanto tengah mendorong agar pemerintah ikut berperan aktif meningkatkan produktivitas petani dan menjaga mutu panenannya. "Di Vietnam, petani kopi di sana bisa menghasilkan 1,5 ton perhektar, sementara di Sumut untuk bisa satu ton perhektar pun masih sulit," katanya.

Penyebab rendahnya produktivitas petani kopi di Sumut menurut dia antara lain karena ketiadaan modal. Pemerintah diminta membantu petani menyediakan sarana produksi dan juga mendatangkan tenaga ahli di bidang tanaman kopi. "Sekarang Indonesia hanya ada satu pusat penelitian kopi dan kakao di Jember (Jawa Timur). Coba pusat penelitian yang sama itu didirikan di sentra-sentra produksi kopi seperti Sumut, niscaya petani juga akan terbantu meningkatkan produktivitasnya," kata Suyanto.

Petani kopi Sumut kata dia juga masih belum terlalu mementingkan menjaga kualitas tanamannya. "Kadang kalau harga lagi jelek, mereka tak mau terlalu peduli dengan kualitas dan hasil panenannya. Giliran harga lagi bagus seperti sekarang ini, produksinya malah turun," katanya.

Kopi di Sumut terbukti menjadi salah satu penyumbang devisa. Ekspor kopi Sumut hingga April lalu menurut data AEKI Sumut telah mencapai 71,68 juta dolar AS dari volume ekspor biji dan bubuk kopi sebanyak 21.969 ton. Dari jumlah ini kopi je nis arabika menjadi penyumbang terbesar yakni 65,07 juta dolar AS dari volume ekspor sebanyak 19.137 ton. (BIL)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com