Menurut Anggito, jika kalah di pengadilan, pemerintah bisa membayar kewajibannya dari dana yang disimpan di rekening 69 (rekening belanja lain-lain yang menampung anggaran untuk kebutuhan mendadak). Namun, pemerintah juga bisa menyediakan dananya dalam APBN Perubahan tahun 2009.
Dalam Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2009 disebutkan, pihak ketiga yang mengajukan tuntutan hukum kepada pemerintah melalui pengadilan antara lain dalam kasus pengadaan listrik swasta dan BPPN. Namun, untuk masalah listrik swasta telah diselesaikan melalui tiga pola penyelesaian sengketa. Pertama, close-out atau penghentian kontrak dengan disertai pemberian kompensasi (ada tujuh kontrak).
Kedua, renegosiasi persyaratan kontrak (ada 17 kontrak). Ketiga, ajudikasi atau arbitrase-ligitasi (meliputi tiga kontrak, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi/PLTP Dieng, PLTP Patuha, dan PLTP Karaha Bodas).
Sementara dalam sengketa yang terkait dengan penuntasan aset eks BPPN, jumlah perkara yang ditangani hingga saat ini 494 kasus, terdiri atas 432 perkara perdata, 30 perkara niaga, tujuh perkara tata usaha negara, satu perkara pidana, dan 24 penyelesaian kewajiban pemegang saham.
Perkara yang mewajibkan pemerintah membayar karena sudah memiliki kekuatan hukum tetap senilai Rp 12,2 miliar dan 104,7 juta dollar AS atau setara Rp 963,24 miliar (pada nilai tukar Rp 9.200 per dollar AS). Adapun perkara yang bisa membuat pemerintah berpotensi membayar karena kasusnya masih dalam proses pengadilan sebanyak 18 perkara dengan nilai Rp 915,4 miliar dan 38,2 juta dollar AS atau setara Rp 351,44 miliar.
Anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, mengatakan, selama ini pemerintah tak pernah transparan menyampaikan utang-piutang dan sengketa hukum yang menjadi beban pemerintah. "Ketika harus membayar, di mana persetujuan DPR diperlukan, baru pemerintah membukanya. Ini kan seperti mem-fait accompli DPR dan masyarakat. Dugaan saya, ini terkait sengketa antara Sugar Group (Gunawan Yusuf) versus Salim Group, BPPN, Marubeni dan lain-lain, terkait penjualan sugar companies di Lampung," papar Dradjad.
Pemerintah, kata dia, harus menyebutkan secara transparan kasus hukum yang membuat munculnya tagihan itu.