Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringkat "Doing Business" Indonesia Melorot

Kompas.com - 10/09/2008, 10:18 WIB

JAKARTA, RABU - Peringkat Indonesia dalam laporan Doing Business 2009 yang diluncurkan Perusahaan Pembiayaan Internasional (IFC) melorot menjadi 129 dari tahun lalu di peringkat 123. Hal ini memperlihatkan lambatnya reformasi kebijakan dalam menciptakan situasi kondusif bagi pengusaha untuk membuka bisnis baru.

Menurut Kepala Perwakilan IFC Indonesia Adam Sack, Rabu (10/9), Singapura kembali menjadi surga bagi pengusaha yang ingin membuka usaha baru atau mengembangkan bisnis mereka dengan menduduki peringkat pertama secara tiga kali berturut-turut, diikuti oleh Selandia Baru pada peringkat kedua, dan AS di peringkat tiga besar negara paling mudah dalam membuka bisnis baru.

IFC dalam laporannya menyebutkan, laporan itu mengelompokkan 181 negara di seluruh dunia dalam pemberian kemudahan membuka bisnis berdasarkan 10 indikator, termasuk mengenai waktu yang dibutuhkan, biaya untuk memulai bisnis baru, serta kemudahan membayar pajak dan menutup usaha.
    
Namun, pemeringkatan itu tidak merefleksikan beberapa area tertentu, seperti kebijakan makro ekonomi, kualitas infrastruktur, fluktuasi nilai tukar, persepsi investor, atau bahkan tingkat kriminalitas.

Sementara itu, meskipun tengah mengalami protes besar-besaran atas kepemimpinan PM Samak Sundaravej, Thailand berhasil memperbaiki peringkatnya menjadi 13 dari 15 pada tahun lalu dengan melakukan reformasi pada aspek perijinan properti, perlindungan investor, pembayaran pajak, dan perdagangan luar negeri.

Demikian pula dengan Malaysia dan Kamboja yang melakukan reformasi yang signifikan hingga mendorong peringkat mereka menjadi masing-masing 20 dan 135, dari 24 dan 145 pada tahun sebelumnya.

Meski demikian, Indonesia tidaklah sendirian yang mengalami penurunan peringkat di kawasan Asia Tenggara, Filipina melorot dari peringkat 133 menjadi 140 dan Vietnam melorot satu peringkat dari 91 ke 92. Menurut laporan tersebut, perbaikan yang dilakukan Indonesia terutama pada akses informasi calon debitur sehingga mempermudah persetujuan kredit. 

"Seluruh negara di dunia membutuhkan aturan yang efisien, mudah diterapkan, dan mudah diakses bagi mereka yang membutuhkannya. Kalau tidak, bisnis akan terjebak pada situasi di mana ekonomi menjadi tidak teratur dan informal sehingga akses pembiayaan untuk menambah tenaga kerja menjadi minim dan tidak adanya perlindungan tenaga kerja," kata Michael Klein, World Bank/IFC Vice President untuk pengembangan sektor finansial dan swasta.
    
"Doing Business mendorong adanya peraturan yang tepat karena itu menjadi dasar bisnis yang sehat," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com