”Dibandingkan kondisi tahun 1964 ketika Nippon Sharyo menyiapkan Shinkansen Seri 0, kemampuan desain dan manufaktur PT Inka lebih baik. Namun, untuk mencapai kondisi Nippon Sharyo tahun 2007—yang sedang mempersiapkan kereta maglev berkecepatan 500 km per jam—dibutuhkan waktu pembelajaran lebih lama.” (PT Inka)
Expo yang diselenggarakan guna memperingati 50 Tahun Hubungan Indonesia-Jepang masih berlangsung hingga tanggal 9 November. Di antara stan dengan label industri besar ternama Jepang, ada satu stan lokal yang cukup mengundang rasa ingin tahu, yakni stan PT Inka, atau Industri Kereta Api yang berpusat di Madiun. Daya tarik itu karena sebagai latar belakang stan dipasang sebuah desain kereta peluru. Tampak di foto itu tagline optimistik: ”Shinkansen Indonesia–Future Rail Journey Starts from Here” (Masa depan perjalanan kereta mulai dari sini).
Mengapa PT Inka ikut buka stan di Expo Indonesia-Jepang? Rupanya industri yang sejak era BJ Habibie masuk ke dalam industri strategis bersama PT DI dan PT PAL ini banyak bermitra dengan industri kereta Jepang dalam aktivitasnya.
Kini, BUMN yang mempekerjakan 832 karyawan dan didirikan 18 Mei 1981 ini punya kapasitas membuat 300 kereta barang, 60 kereta penumpang, perbaikan (retrofit) 60 kereta barang 20 kereta (railcar) diesel dan 200 unit bogie (rangka roda), plus 3.200 ton produk diversifikasi.
Kemampuan PT Inka sendiri banyak diingat masyarakat seiring datangnya saat Lebaran. Tentu masalah angkutan Lebaran tidak sekadar urusan penyediaan gerbong, tetapi jelas orang ingat, sebenarnya Indonesia sudah bisa membuat gerbong penumpang, tetapi mengapa kereta yang dioperasikan banyak yang tampak seperti kereta rongsokan, lusuh, dan disebut umurnya sudah tak kurang dari tiga dasawarsa.
Padahal, dalam brosur perusahaan tampak PT Inka membuatkan gerbong penumpang dengan cat bagus untuk perusahaan KA Banglades. Inka juga membuat kereta pembangkit listrik untuk Malaysia.
Ide Shinkansen
Shinkansen atau kereta peluru di Jepang lahir tahun 1964, dan semenjak itu terus mengalami modernisasi hingga tahun 2007 telah sampai pada Seri 800 dan N700. Seri 800 dikenal dengan julukan ”Tsubame” yang berarti ”burung layang-layang”, dan N700 mengadopsi teknologi baru yang meningkatkan kecepatan maksimum dari 270 km per jam menjadi 300 km per jam. Sekadar catatan, sekarang ini rekor kecepatan untuk kereta supercepat dipegang oleh kereta Perancis TGV Atlantique yang pernah mencapai kecepatan 578 km per jam.
Indonesia memimpikan punya Shinkansen? Sebagian mungkin akan mencibir karena mengurus kereta dengan kecepatan maksimum 100 km per jam saja masih sering anjlok, tubrukan, bagaimana pula mengurus kereta 300 km per jam?
Dengan semangat tahu diri, kini yang dilakukan Departemen Perhubungan adalah mencanangkan program Peta Jalan Nirkecelakaan (Roadmap to Zero Accident) bagi kereta api di Indonesia. Sementara untuk merevitalisasi perkeretaapian di Indonesia sendiri setelah lewat masa transisi tiga tahun menurut UU No 23/2007 tentang perkeretaapian akan dimungkinkan partisipasi swasta dan pemerintah daerah dalam pembangunan dan pengembangan jaringan kereta api baru.