JAKARTA, SELASA - Para bankir menyambut dingin gagasan melakukan sekuritisasi aset Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Alasannya, tak mudah untuk menjual produk tersebut ke pasar lokal.
Adalah pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang menyarankan bank mencari dana untuk pinjaman perumahan melalui penerbitan efek beragun aset (EBA). Pemerintah dan BI berharap, bank mau menjajaki penerbitan EBA agar sumber dana untuk kredit sektor perumahan semakin berlimpah.
Di atas kertas, gagasan itu mungkin bagus. Namun para bankir menilai peluang menjual EBA di saat kini bisa dibilang sangat kecil.
Alasannya, investor kebanyakan belum faham produk tersebut. Sementara investor yang sophisticated enggan membeli efek beragun aset karena masih belum yakin dengan kualitas aset yang ditawarkan. "Kalau kualitas kredit jelek, pasar bisa terganggu seperti subprime mortgage di Amerika Serikat," ujar Kostaman Thayib, Direktur Consumer dan Ritel PT Bank Mega Tbk.
Sudahlah permintaannya tipis, mekanisme penerbitan EBA juga tak praktis. "Tak mudah jika ingin menggadaikan aset. Mekanismenya masih ribet," ujar Direktur Bisnis PT BRI Tbk. Sudaryanto Sudargo.
Sukatmo Padmosukarso, Wakil Presiden Direktur Bank BII juga melontarkan penilaian sama. "Saat ini saya belum melihat ada prospek menjual sekuritisasi aset," katanya.
Deputi Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Wimboh Santoso juga membenarkan gagasan sekuritisasi masih belum matang benar. Hingga kini, BI masih melakukan kajian, dan merumuskan aturan main yang pas.
Tim kerja yang dibentuk BI akan melibatkan banyak pihak seperti Bank Tabungan Negara (BTN), Sarana Multigria Finance (SMF), dan Menteri Negara Perumahan Rakyat. "Tim akan melihat apa saja yang akan menjadi kendala," tegas Wimboh.
Saat ini, baru BTN yang sudah melakukan sekuritisasi aset senilai Rp 100 miliar. Pembeli terbesarnya adalah SMF senilai Rp 89 miliar. Sisanya, Rp 11 miliar diambil BRI bersama Dana Pensiun BTN. (Dyah Megasari, Nadia Citra Surya, Moch. Wahyudi /Kontan)