Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Payung-payung Menangkup di Juwiring... .

Kompas.com - 28/04/2009, 15:20 WIB

KOMPAS.com - Kecamatan Juwiring di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah pernah dikenal di nusantara sebagai daerah penghasil payung, seperti halnya Tasikmalaya. Warga di tiga desa di Juwiring, yakni Kwarasan, Tanjung, dan Kenaiban hampir seluruhnya terlibat pekerjaan produksi payung, dari mulai memotong bambu, membuat rangka, menyulamnya dengan benang, hingga melukis payung.

 

Tapi itu cerita dulu, tahun 1950-an. Saat itu, payung kertas yang diproduksi warga menjadi payung fungsional untuk melindungi dari hujan. Dengan ditemukannya payung berbahan nonkertas yang lebih tahan air dan tahan lama, payung kertas semakin sedikit penggunanya.

Tahun 1970, payung kertas yang dulu digunakan untuk melindungi dari guyuran air hujan dikembangkan fungs inya sebagai payung hias. Heri Wibowo (41) menyebutkan, ayahnya, almarhum Achmad Sumarlan, pensiunan TNI Angkatan Darat adalah orang yang memberi sentuhan inovasi payung kertas dari fungsional menjadi payung hias.

Tahun 1980-1990, payung hias ramai dipesan. Namun dalam perkembangannya, mulai tahun 2000 sampai sekarang payung kembali sepi, kata Heri yang melanjutkan usaha sang ayah dengan bendera Payung Wisnu yang berlokasi di Dusun Gumantar, Desa Kwarasan beberapa waktu lalu.

Saat ini hanya ada 11 perajin payung di tiga desa itu. Jika ditambah pembuat rangka atau jeruji, tercatat 50 orang yang masih setia menekuni produksi payung. Yang lain beralih menjadi pedagang karena hasil membuat payung tidak bisa lagi diandalkan, kata Heri.

Kini, payung-payung Juwiring diproduksi untuk keperluan payung kematian, ritual acara adat seperti ngaben, payung untuk dekorasi pernikahan dan panggung, pesanan kraton, hotel, dan kafe. Bukan lagi payung kertas, tetapi menggunakan kain yang kemudian dicat karena kertas kraf atau minyak semakin sulit ditemukan. "Pasar kami semakin kecil. Contohnya, kalau dulu dekorasi pernikahan butuh 12 payung di kanan dan kiri pelaminan, sekarang paling banyak dua. Banyak yang sudah tidak pakai payung karena dekorasi digantikan bunga," ungkap Heri.

Jejak pembuatan payung di Juwiring telah tertoreh sejak tahun 1800-an. Menurut Heri, saat itu seorang asli Juwiring diminta Kraton Surakarta membuat payung kebesaran. Pengerjaa nnya dilakukannya di rumah dibantu beberapa tetangganya. Dari sini kemudian berkembang menjadi daerah pembuat payung.

Heri sendiri terjun meneruskan usaha sang ayah pada tahun 1994. Saat itu ayahnya sakit, padahal harus menyelesaikan 1.200 payung pesanan ekspor dari Spanyol dan Italia dalam waktu 1,5 bulan lewat sebuah peru sahaan di Jakarta. "Dulu kami sering ekspor ke Belanda dan Amerika Serikat. Sekarang semua produksi sini untuk lokal," katanya.

Perajin lainnya, Romdiyah (48) juga meneruskan usaha ayahnya membuat payung, sejak 20 tahun lalu. Kini, dalam seminggu ia mampu menghasilkan 100 payung dengan harga per buah Rp 5.000. Payung itu kasaran saja, yang sekali pakai rusak, terbuat dari kertas bekas semen, lalu diberi cat saat payung ditangkupkan, sehingga tidak seluruhnya berwarna. Payung ini dipakai untuk acara kematian.

Norman (47) justru baru setahun menekuni pembuatan jeruji payung. Harga satu set jeruji Rp 1.800. Lumayan untuk menambah penghasilan, kata Norman yang membuka warung kelontong di rumahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

Whats New
Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Whats New
Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Whats New
Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Spend Smart
Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Whats New
Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com