Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setapak Jalan Peninggalan Pangeran Diponegoro

Kompas.com - 18/06/2009, 11:29 WIB

 

 

Jangan bayangkan jalan ini beraspal. Hanya lorong tanah selebar tak lebih 2 meter. Permukaannya ditumbuhi rumput liar. Sisi kanan berbataskan pematang sawah, sisi kiri dengan kanal irigasi. Namun, warga Desa Setrajenar, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, percaya, menyusuri jalan ini akan sampai Yogyakarta.

Mereka percaya, jalan yang berjarak 1 kilometer dari Pantai Selatan itu sebagai jalan gerilya pasukan Pangeran Diponegoro. Meskipun episentrum perlawanan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta, area gerilyanya luas mulai dari Madiun, Surakarta, Ambarawa, Wonosobo, Temanggung, Magelang, Purworejo, hingga Kebumen. Tak heran, Belanda menyebut perang yang terjadi pada tahun 1825-1830 tersebut sebagai perang Jawa.

Selain karena cakupannya yang luas, perang yang dikobarkan Diponegoro mampu memobilisasi kekuatan masyarakat untuk menentang penjajah waktu itu. Untuk memadamkan perlawanan itu, kolonial Belanda harus mendatangkan bala pasukan dari Batavia dan biaya yang sangat besar.

Masyarakat Desa Setrajenar, khususnya di sepanjang area Urut Sewu yang melintang dari barat ke timur pesisir selatan Kebumen percaya, tempat mereka berpijak kini dahulu merupakan bagian dari wilayah gerilya Diponegoro. Keberadaan Jalan Diponegoro adalah salah satu bukti nyata.

"Orangtua kami selalu menceritakan, jalan yang sampai sekarang kami sebut Jalan Diponegoro itu dulunya jalan yang dibuat pasukan Diponegoro untuk melawan penjajah. Dari dulu seperti itu," ujar Kepala Desa Setrajenar Surip Supangat, Sabtu (13/6).

Pada masa Perang Diponegoro, ujar dia, Kebumen masuk wilayah mancanegara dalam landskap wilayah Kesultanan Yogyakarta di bawah Hamengku Buwono. Di bagian barat, area gerilya ini meliputi sepanjang perbukitan Menoreh, Bagelen (kini Purworejo), hingga Kebumen.

Di wilayah-wilayah tersebut, Diponegoro melalui panglima perangnya yang termahsyur, Senthot Alibasyah Prawiradireja (orang setempat menyebutnya Tumenggung Senthot), merekrut masyarakat yang anti-kolonial untuk bergabung dalam perang gerilya. Ada pula para begal dan orang-orang sakti di padepokan yang turut serta. Sejumlah kerabat kadipaten dan pangeran yang dianggap mbalelo pun banyak yang ikut. Salah satu yang terkenal adalah Ki Demang Bagelen asal Purworejo.

Nilai strategis kawasan mancanegara, selain untuk merekrut basis pasukan adalah area pelarian dan menyusun kekuatan. Secara militer, Jalan Diponegoro terbilang strategis karena letaknya tersembunyi, yaitu di pesisir selatan yang jauh dari jalan utama yang mungkin dilalui pasukan Kompeni Belanda. Letak Jalan Diponegoro sekitar 15 kilometer dari Jalan utama Kebumen.

Sayangnya, Jalan Diponegoro tersebut kini tak seperti yang dibayangkan. Banyak ruas yang terpotong dan beralih fungsi menjadi tegalan, sawah, terpotong jalan umum, hingga permukiman.

Lebih mengenaskan lagi, proyek pembangunan jalur selatan selatan (JSS) Jawa bakal melalui Jalan Diponegoro ini. Jalan Diponegoro yang melalui Urut Sewu, bahkan berada di tengah ruang milik jalan (RMJ) proyek tersebut.

Jalan Diponegoro kini memang tak menghubungkan apa pun kecuali jalan setapak bagi petani untuk ke sawah. Namun, keberadaan nilai sejarah jalan ini hendaknya membuka mata hati kita untuk selalu melestarikan peninggalan sejarah. (M Burhanudin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com