Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjanjian FTA Hancurkan Industri

Kompas.com - 28/12/2009, 06:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China cepat atau lambat akan menghancurkan sendi-sendi industri di dalam negeri. Perjanjian ASEAN-China itu akan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2010.

Sejumlah pengusaha yang dihubungi di Jakarta, Minggu (27/12), mengkhawatirkan implementasi Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) ASEAN-China.

Walaupun terbuka peluang untuk mengajukan keberatan atau penundaan pelaksanaannya, pemerintah tetap perlu membenahi iklim usaha dan memperbaiki strategi kebijakan yang mendukung kegiatan bisnis.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, ”Bersaing business to business dengan China memang sulit, tetapi kita tidak boleh kehabisan akal. Strategi bisnis tidak semua bisa dikemukakan terbuka karena kita justru akan mengalami serangan balik yang menguntungkan pihak China.”

Pengusaha sebagai pemangku kepentingan, lanjut Sofjan, tetap harus dilibatkan. Strategi kebijakan pemerintah dinilai masih lemah dalam implementasinya.

Akan tetapi, kata Sofjan, pengusaha Indonesia juga mudah puas dengan menjual bahan mentah dibandingkan dengan memproduksi barang untuk mengejar nilai tambah.

Meski para pengusaha keberatan dengan rencana pemberlakuan FTA ASEAN-China, Pemerintah Indonesia tetap akan memenuhi FTA ASEAN-China mulai 1 Januari 2010.

Pemerintah Indonesia hanya akan melayangkan surat kepada China untuk menyampaikan bahwa ada beberapa subsektor usaha yang terkena dampak negatif oleh FTA itu.

”Arahan Menko (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa) menegaskan, Indonesia sebagai penanda tangan FTA ASEAN-China akan melaksanakan komitmennya sesuai dengan perjanjian para pemimpin,” ujar Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar seusai rapat koordinasi dengan Hatta Rajasa terkait persiapan FTA ASEAN-China di Jakarta, 15 Desember lalu.

Proteksi produk China

Pemerintah China sendiri, menurut Sofjan, juga memberikan dukungan dengan berbagai insentif. Sistem pengendalian devisa pun dilakukan di China, dengan tujuan melindungi produk mereka.

”Sekarang FTA tidak bisa ditolak lagi. Jadi, strategi pemerintah bersama pengusahalah yang harus dikedepankan. Tidak semua strategi bisa dipublikasikan, tetapi pengusaha perlu mengetahui,” ujar Sofjan.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri, Riset, dan Teknologi Rahmat Gobel mengatakan, percepatan standardisasi industri perlu dilakukan untuk menghalau membanjirnya produk-produk asing.

Janganlah memberikan peluang mempromosikan mesin-mesin asing di negeri sendiri. ”Saya sendiri mampu menciptakan produk yang mampu bersaing di pasar Amerika. Negara maju sudah mempunyai standar dan menjalankan standar tersebut dengan konsisten,” ujar Rahmat.

Pemerintah juga perlu mendorong industri berwawasan lingkungan dan standardisasi industri yang hemat energi. Dorong pula pengembangan industri komponen dan produk-produk bernilai tambah lainnya.

Pencegahan produk asing berbahan kimia berbahaya, lanjut Rahmat Gobel, juga perlu dilakukan tanpa pandang bulu.

Di tempat terpisah, Ketua Umum Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Polah Tjahyono memandang China selalu masuk ke suatu negara dengan membuat harga dan kualitas yang sangat rendah.

”China hanya berusaha membangun image ’produk China bisa dibeli di mana saja’, seperti sudah terjadi di Amerika,” ujarnya.

Tim Bersama

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani mengatakan, koordinasi antara pemerintah dalam hal ini Menko Perekonomian, departemen terkait, dan pelaku usaha sangat diperlukan.

Untuk itu, telah dibentuk Tim Bersama dalam mempersiapkan langkah untuk menghadapi FTA ASEAN-China yang dipimpin langsung oleh Menko Perekonomian dan melibatkan, antara lain, pemimpin Apindo dan Kadin Indonesia, serta Wakil Menteri Perdagangan, Deputi Menko Perekonomian Eddy Putra Irawady, dan pejabat departemen terkait.

Tim Bersama Persiapan FTA ASEAN-China bertujuan menerima keluhan, mendapatkan masukan dan/atau permohonan dukungan pelaku usaha dalam rangka memanfaatkan peluang usaha dari pelaku usaha dan asosiasi.

Kemudian, melakukan koordinasi interdepartemen dan menyiapkan langkah. Sejak ditetapkan pada 25 Desember 2009, tim ini telah menerima masukan dari empat asosiasi.

”Kami masih memberikan kesempatan ini sampai tanggal 3 Januari 2010. Sebelum masuk dalam rapat koordinasi pada 5 Januari 2010, masukan dari empat asosiasi langsung ditindaklanjuti,” papar Franky.

Aksi Tim Bersama berupa menanggulangi masalah, kasus per kasus, dan diharapkan ke depan tim ini diperkuat dan dipercepat tidak saja dalam menghadapi FTA ASEAN-China, tetapi juga dalam mengantisipasi segala hambatan dan mengawal optimalisasi pengamanan pasar domestik dan ekspor.

”Permasalahan persiapan FTA bukan saja masalah renegosiasi, tetapi juga masalah-masalah bisnis proses yang masih sering menimbulkan high cost economy, seperti regulasi yang kontradiktif dengan perkembangan dunia usaha. Kita perlu regulasi yang lebih prokonsumen dan pasar dalam negeri,” ungkap Franky.

Oleh karena itu, Apindo sebagai mitra pemerintah telah membentuk help desk untuk membantu pelaku usaha atau asosiasi yang ingin mendapatkan penjelasan tentang FTA. (OSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com