Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas Jamu Masih Jadi Tantangan

Kompas.com - 02/06/2010, 06:35 WIB

Jakarta, Kompas - Industri jamu dan obat tradisional di Indonesia sudah berkembang, tetapi soal kualitas produk masih harus ditingkatkan. Demikian terungkap dalam Rapat Kerja Nasional Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia, Selasa (1/6).

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Sri Indrawaty mengatakan, beberapa dekade terakhir, jamu dan obat tradisional nasional telah bertumbuh signifikan. Nilai penggunaan jamu dan obat tradisional juga meningkat. Tahun 2009, pendapatan usaha jamu dan obat tradisional mencapai Rp 8 triliun dan ditargetkan mencapai Rp 10 triliun pada 2010.

Hanya saja, kualitas perlu terus ditingkatkan. Saat ini terdapat lebih dari 900 industri kecil dan 130 industri menengah jamu dan obat tradisional. Namun, baru 69 di antaranya yang mendapat sertifikasi Good Traditional Medicine Manufacturing Practice atau Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).

CPOTB merupakan syarat utama yang ditetapkan pemerintah untuk menghasilkan produk bermutu terkait pemakaian peralatan dan mesin, sarana, prasarana pabrik, serta sumber daya manusia.

Jamu dan obat tradisional juga masih menghadapi masalah dengan adanya sejumlah produk yang mengandung bahan kimia obat dan tidak memenuhi standar kualitas tertentu.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kustantinah mengatakan, hasil pencuplikan tahun 2009 dan 2010 menunjukkan, bahan kimia obat banyak ditemukan pada jamu pegal linu, penambah stamina, penggemuk, dan pelangsing.

Jenis bahan kimia obat yang banyak digunakan ialah parasetamol (91 persen), fenilbutazon (46 persen), dan sildenafil sitrat (14 persen). Penggunaan bahan kimia obat secara sembarangan berdampak buruk pada kesehatan. Apalagi, sejumlah bahan kimia obat yang ditambahkan dalam jamu tersebut termasuk golongan obat keras.

Standardisasi bertahap

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) Charles Saerang mengatakan, sebagian besar industri jamu berskala kecil. ”Untuk memiliki industri dengan standar CPOTB minimal dibutuhkan Rp 2 miliar. Bagi industri kecil tentu saja hal itu berat,” ujarnya.

Menurut dia, CPOTB harus disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap industri sehingga penerapan CPOTB tidak bisa disamaratakan ke seluruh industri dari skala rumah tangga hingga besar. Apalagi, banyak industri jamu, khususnya skala kecil dan menengah, belum mendapatkan pembinaan pemerintah. Termasuk pembinaan mengenai CPOTB.

Perlu ada tahapan-tahapan standardisasi. Sebagai konsekuensi, misalnya, ditentukan pembatasan pemasaran dan distribusi sesuai tahap standardisasinya. ”Harus dijaga agar industri jamu yang potensinya sangat besar ini berkembang dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Apalagi dengan adanya perdagangan bebas nantinya,” ujar Saerang. (INE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com