Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isu Perang Kurs Terus Menguat

Kompas.com - 20/10/2010, 08:28 WIB

LONDON, KOMPAS.com - Isu perang kurs menguat dan terus menjadi pembicaraan di forum-forum IMF dan Bank Dunia. Peringatan muncul soal bahaya perang kurs, yang pernah terjadi pada dekade 1930-an saat depresi besar melanda perekonomian AS. Perang kurs yang dilakukan otoritas moneter saat itu menyebabkan pemulihan memerlukan waktu puluhan tahun dan menyengsarakan banyak warga AS dan Eropa.

Sebuah tim analis valuta asing dari BNP Paribas SA, pimpinan Hans-Guenter Redeker, London, Selasa (19/10/2010), mengatakan, ada kemungkinan G-20 bisa mencegah eskalasi perang kurs.

Perang kurs pertama kali dinyatakan oleh Menteri Keuangan Brasil Guido Mantega. ”Perang kurs telah dimulai,” katanya. Perang kurs merujuk pada kebijakan yang dilakukan otoritas moneter. Tujuan utama adalah memerosotkan kurs dengan tujuan membuat produk ekspor menjadi lebih murah dibandingkan dengan kurs mata uang negara lain.

Di harian China, People’s Daily, ekonom Li Xiangyang dari Chinese Academy of Social Sciences, penasihat Pemerintah China, menuding AS sebagai pemicu perang kurs.

Presiden AS Barack Obama dua bulan lalu mencanangkan peningkatan ekspor AS menjadi dua kali lipat. Tujuannya adalah menciptakan lapangan kerja. AS kini mencapai angka pengangguran 9,6 persen atau tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Isu ekonomi menjadi faktor utama yang melemahkan pamor Partai Demokrat AS menjelang pemilu Kongres AS pada November mendatang. AS mengalami defisit terbesar dengan China, sekitar 250 miliar dollar AS per tahun. Presiden Obama dan Menkeu AS Timothy Geithner menekan China agar menaikkan kurs yuan yang kini pada level 6,8 dollar AS per yuan.

Desakan ini dilakukan dengan alasan, China mematok kurs yuan 40 persen lebih murah dari seharusnya. Hal ini, dalam pandangan AS, mendorong ekspor China yang dituduh mencaplok lapangan kerja di AS.

Geithner tidak mengakui bahwa AS memicu perang kurs. ”Kami tidak akan mendevaluasikan kurs dollar AS demi kemakmuran kami,” katanya. Akan tetapi, Ketua DPR AS Nancy Pelosi menegaskan, kurs yuan menjadi perhatian utama saat ini.

Hal ini ditunjukkan dengan kebijakan Bank Sentral AS yang mematok suku bunga mendekati 0 persen, bahkan mengindikasikan untuk pembelian treasury bill serta mencetak dollar AS atau devaluasi tersembunyi.

Pasar bereaksi negatif dengan hal itu, yang membuat kurs dollar AS terhunjam terhadap euro (1,37 dollar AS per euro) dan yen Jepang (81,6 yen per dollar AS) pada hari Selasa. Sejak Juli, kurs dollar AS terus anjlok.

Peningkatan daya saing produk lewat pelemahan kurs dikhawatirkan mendorong perang dagang lewat peningkatan hambatan atas impor. Mark Thoma, ekonom dari University of Oregon, di situs CNN mengingatkan, ”Melihat sinyal sekarang ini, tidak tertutup kemungkinan terjadinya perang dagang.”

Dampak tak langsung dari anjloknya kurs dollar AS sudah terlihat berupa kenaikan harga emas, timah, tembaga, kapas, gandum, jagung, minyak, dan lainnya. Hal ini merugikan negara-negara importir pangan dan logam. Pelemahan dollar AS berkorelasi positif dengan kenaikan harga-harga komoditas.

Karena itu, Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn mengingatkan bahaya perang kurs yang mengimbas ke banyak sektor, termasuk instabilitas moneter, yang mengacaukan keyakinan investor. (AP/AFP/MON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Whats New
BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Whats New
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Whats New
Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Whats New
Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Whats New
Harga Tiket Kereta Api 'Go Show' Naik Mulai 1 Mei

Harga Tiket Kereta Api "Go Show" Naik Mulai 1 Mei

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com