Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diplomasi SBY soal TKI Paling Lemah

Kompas.com - 20/11/2010, 10:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Dibandingkan dengan presiden lainnya pascareformasi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai sebagai presiden dengan kebijakan diplomasi yang paling lemah terkait perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayat dalam diskusi mingguan Polemik bertajuk "Pahlawan Devisa yang Tersiksa" di Warung Daun Cikini, Sabtu (20/11/2010).

Anis menilai situasi diplomasi terkait perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) saat ini bersifat extraordinary. Makin banyak TKI yang divonis mati oleh penegak hukum negara tujuan pengiriman TKI di masa pemerintahan SBY.

"Tiga TKI divonis tetap oleh Mahkamah Agung Malaysia dengan hukuman mati, karena presiden kita jawara dalam bertahan, makanya saya tak tahu. Padahal, diplomasi TKI dari presiden itu penting sekali," ungkapnya.

Meski juga masih ada kelemahan di sana-sini, tetapi Anis memuji perhatian penuh mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Keduanya dinilai sangat memerhatikan nasib para TKI yang menghadapi persoalan hukum.

Gus Dur, lanjutnya, bertindak cepat ketika Siti Zainab, TKI asal Madura, menghadapi ancaman hukuman mati. "Gus Dur langsung menghubungi Raja Fahd di Arab sehingga ditunda vonis hukuman matinya," katanya.

Sementara itu, Megawati memberikan perhatiannya dengan mengundang Nirmala Bonat, TKI asal Nusa Tenggara Timur, dan keluarganya ke Istana Negara ketika menghadapi persoalan hukum.

Sementara pada masa SBY, lanjutnya, makin banyak korban. Saat ini saja, dua TKI sudah dieksekusi mati di Mesir dan Arab Saudi. Seorang TKI lagi tengah menunggu eksekusi mati di Arab Saudi. Migrant Care mencatat, ada 5.636 kasus kekerasan dan pelecehan seksual kepada para TKI di luar negeri. "Ini yang terpantau saja ya. Yang lain, kita belum tahu," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com