Sidoarjo, Kompas
”Dengan adanya 0,1 persen TKI yang bermasalah, artinya dari 1.000 orang TKI, ada satu TKI yang bermasalah. Kami prihatin atas kasus-kasus yang terjadi,” kata Presiden, Selasa (14/12) di sela kunjungannya ke Perusahaan Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) PT Perwita Nusaraya di Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Dari total sejumlah 4 juta tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri, 0,1 persen di antaranya bermasalah.
Bersama dengan Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan TKI (BNP2TKI), Presiden meminta semua kepala daerah memantau satu per satu PPTKIS, untuk memastikan seluruh pengiriman TKI sesuai dengan standar. Jika ada PPTKIS yang terbukti bersalah, pemerintah akan memberikan sanksi.
Selain itu, Presiden juga menjanjikan bantuan hukum serta perlindungan bagi para TKI di luar negeri. Di hadapan calon TKI, Presiden meminta agar mereka segera melapor jika menghadapi masalah di luar negeri.
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Syarief Hidayat, dalam diskusi publik bertema ”Buruh Migran, Problem dan Solusi” di Bandung, Selasa, mengatakan, Indonesia telah mengirimkan tenaga kerja ke Arab Saudi sejak tahun 1979, tetapi belum punya perlindungan optimal untuk mereka. Masalah itu disebabkan Indonesia belum punya perjanjian, setidaknya
”Selama itu, tenaga kerja belum dilindungi. Persoalannya adalah Peraturan Pemerintah Arab Saudi Nomor 745 tentang Ketenagakerjaan,” kata Syarief. Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa pembantu rumah tangga, sopir, dan tukang kebun tidak dianggap sebagai tenaga kerja formal.
Menurut koordinator Program Pascasarjana Fakultas Sastra Unpad itu, TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi mencapai 80 persen. Total TKI yang bekerja di negara itu hingga September 2010 sebanyak 181.755 orang.