Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Renegosiasikan Kepemilikan

Kompas.com - 04/06/2011, 04:52 WIB

Jakarta, Kompas - Renegosiasi kontrak karya di sektor pertambangan umum dan minyak bumi hendaknya dipersiapkan secara matang agar tidak merugikan bangsa Indonesia. Pemerintah juga semestinya memprioritaskan peran nasional dalam penguasaan sektor pertambangan melalui divestasi atau pengalihan hak partisipasi.

Pandangan ini dikemukakan sejumlah pengamat pertambangan dan energi di Jakarta, Jumat (3/6), menanggapi pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Kompas, 3/6). Presiden menegaskan, pemerintah mengambil kebijakan akan merenegosiasi semua kontrak karya dengan perusahaan dan mitra dari negara lain yang dirasa tidak adil atau merugikan Indonesia.

Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menyatakan, pemerintah masih melakukan pemetaan dan penilaian terhadap kontrak karya asing dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Sejauh ini belum ada laporan yang cukup kepada Presiden tentang keseluruhan kontrak yang berlangsung, khususnya yang berjangka panjang.

Newmont jadi model

Menurut pengamat energi Kurtubi, dalam kontrak karya untuk pertambangan umum ada dua hal yang perlu diperbaiki. Pertama, besaran royalti perlu dikoreksi karena royalti saat ini sangat rendah lantaran merupakan peninggalan zaman kolonial. Selain itu, pemegang kontrak karya juga diwajibkan mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada pemerintah (pusat dan daerah), seperti model kontrak karya PT Newmont Nusa Tenggara di Nusa Tenggara Barat.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu, menjelaskan, pihaknya akan berada di garda terdepan dalam setiap negosiasi kontrak tambang pada masa mendatang dengan model yang digunakan terhadap tambang emas Newmont. Keikutsertaan pemerintah dalam manajemen untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari dividen, pajak, dan royalti.

Renegosiasi, menurut Agus, diharapkan akan menyebabkan kepemilikan nasional tetap dominan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun swasta nasional. Ini dilakukan atas kepemilikan di tambang Newmont, yakni mempertahankan kepemilikan nasional 51 persen, di mana pemerintah pusat memiliki 7 persen saham, pemerintah daerah dan swasta nasional 24 persen, serta 20 persen pihak swasta nasional murni.

Sistem konsesi

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto mengemukakan, untuk pertambangan umum, renegosiasi memang sangat perlu dilakukan. ”Tidak hanya untuk renegosiasi besaran royalti yang saat ini sangat rendah, yaitu hanya 1 persen hingga 3,5 persen dari nilai penjualan bersih,” katanya.

Renegosiasi itu juga menyangkut sistem konsesi kontrak karya yang digunakan dan cenderung longgar dalam pengawasan. ”Royalti seharusnya lebih berkeadilan, yakni semestinya dikenakan 20-30 persen dari nilai penjualan kotor, bukan nilai penjualan yang sudah dikurangi biaya-biaya,” ujarnya.

Komisaris Utama Medco Energi International Hilmi Panigoro sebelumnya mengatakan, dengan kondisi penguasaan modal dan teknologi yang masih terbatas, perlu dikombinasikan kekuatan perusahaan nasional dengan multinasional dalam sektor migas.

Hilmi menjelaskan, pemerintah bisa mendorong kemajuan perusahaan migas nasional, antara lain mengubah desain kontrak kerja sama migas agar lebih fleksibel. Lapangan produksi dan eksplorasi yang ditemukan pada akhir kontrak bisa diperpanjang, tetapi untuk wilayah yang lain harus dikembalikan kepada pemerintah dengan cara dilelang.

Pemerintah juga bisa memprioritaskan lapangan migas yang tak membutuhkan biaya dan teknologi tinggi untuk dikelola perusahaan migas nasional melalui mekanisme bisnis jelas, bukan nasionalisasi.

”Cara ini dipraktikan di Meksiko. Lapangan-lapangan milik perusahaan multinasional dibeli sedikit demi sedikit sampai akhirnya dikuasai. Dengan cara ini perusahaan multinasional yang keluar dari Meksiko pun tetap diperlakukan adil dan iklim investasi aman,” ujar Hilmi.

Di sektor migas, menurut Kurtubi, isi kontrak yang harus diubah adalah kontrak bagi hasil produksi (production sharing contract/PSC) harus diubah dari Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi selaku wakil pemerintah menjadi badan usaha milik negara, yakni PT Pertamina.

”Hal ini bertujuan agar negara tidak dirugikan, antara lain dalam kontrak PSC yang sudah selesai, BUMN bisa 100 persen mengambil alih sehingga peluang untuk dijadikan sumber ’ATM’ oleh pihak tertentu bisa dihilangkan,” katanya. Dengan demikian, pada akhirnya Indonesia akan dapat mengoperasikan mayoritas lapangan migas di Indonesia.

Pri Agung menyatakan, sistem PSC sebenarnya sudah cukup bagus bagi negara, tetapi dalam implementasi perlu lebih dioptimalkan. ”Renegosiasi tidak diperlukan secara menyeluruh seperti halnya di tambang umum, hanya pada kasus-kasus tertentu saja, seperti Blok Tangguh dan East Natuna,” ujarnya.

Berdasarkan data BP Migas, ada beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas yang akan berakhir masa kontraknya kurang dari 10 tahun. Masa kontrak Total E & P Indonesie yang mengelola Blok Mahakam, misalnya, akan berakhir pada 2017. ”Beberapa KKKS akan berakhir kurang dari 10 tahun,” kata Deputi Keuangan BP Migas Wibowo S Wirjawan.

(why/(OIN/ONI/EVY/DOT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com