Di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, misalnya, banyak orangtua yang meminta keringanan biaya atau diperbolehkan mengangsur biaya sumbangan peningkatan mutu akademik (SPMA).
”Saya minta keringanan biaya sekaligus mengangsur karena biaya yang harus dibayar sangat berat,” kata Turmudzi yang anaknya lolos seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) dan masuk ke Fakultas Ilmu Keperawatan Gigi UGM.
Ia dikenai biaya SPMA sebesar Rp 35 juta, sumbangan pembinaan pendidikan Rp 500.000 per semester, biaya operasional pendidikan Rp 1,275 juta, dan biaya lain-lain Rp 350.000. Total yang harus dibayar Rp 37,12 juta.
Saptarini, orangtua calon mahasiswa Fakultas Teknik Mesin UGM, dikenai biaya SPMA Rp 20 juta sehingga ia mengajukan keringanan pembayaran.
Bupati Sleman Sri Purnomo yang anaknya masuk Fakultas Kedokteran UGM dipatok SPMA Rp 100 juta. ”Gaji saya dan istri memang lebih dari Rp 7,5 juta per bulan. Namun, anak saya sempat protes mengapa disparitas biaya antara kategori SPMA 3 dan 4 terlalu lebar, yaitu Rp 20 juta dengan Rp 100 juta,” paparnya.
Kepala Bidang Humas dan Keprotokolan UGM Suryo Baskoro mengatakan bahwa keluhan tingginya biaya SPMA dari sejumlah orangtua calon mahasiswa
Di UGM terdapat empat level SPMA (kecuali jalur beasiswa Bidik Misi dan beasiswa Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu) yang dikenai berdasarkan penghasilan orangtua per bulan. SPMA 1 sebesar Rp 5 juta-Rp 10 juta (pendapatan orangtua
Perguruan tinggi lain mengenakan tarif tinggi untuk calon mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri. Universitas Hasanuddin, Makassar, misalnya, membuka pendaftaran mahasiswa melalui jalur nonsubsidi hingga 12 Juli dengan tarif bervariasi, Rp 15 juta hingga Rp 100 juta.