Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indahnya RUU BPJS, Asal....

Kompas.com - 29/07/2011, 10:56 WIB

KOMPAS.com  —  Pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kembali diperpanjang dalam satu kali masa sidang DPR RI atau sekitar tiga bulan mendatang.  Dengan demikian, pembahasan RUU ini akan masuk ke kali keempat masa sidang dewan (baca: Langkah Linglung RUU BPJS).

DPR sudah berulang kali menyatakan kekesalannya kepada pemerintah karena perdebatan sejumlah poin yang tak kunjung rampung.  Kalaupun rampung, waktunya terlalu panjang.

Sepanjang masa pembahasannya, RUU ini mengundang kontorversi. Di satu pihak, RUU ingin dipahami sebagai jaminan sosial negara atas rakyatnya. Oleh karena itu, ada semangat baik yang layak didukung.

Namun, di pihak lain, sejumlah persoalan menyangkunt implementasi niat baik ini belum juga rampung menemukan kata sepakat. DPR dan pemerintah masih menemukan jalan buntu menyangkut transformasi empat badan usaha milik negara (BUMN) yang kini menjalankan fungsi jaminan sosial yaitu PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri, dan PT Askes. Pemerintah menghendaki proses transformasi dilakukan bertahap, sementara DPR ingin transformasi menyeluruh dilakukan segera.

Di luar perdebatan itu, ada kelompok lain yang menolak RUU tersebut. Ada kekhawatiran, demikian kelompok ini, kepentingan asing yang ingin memanfaatkan mobilisasi dana masyarakat Indonesia berada di balik desakan pengesahan RUU tersebut. Kelompok ini juga menganggap RUU tersebut sesungguhnya tak bersahabat dengan kelompok masyarakat kurang mampu karena setiap orang diwajibkan membayar premi layaknya asuransi untuk bisa mendapatkan jaminan sosial (baca: Mereka Menolak RUU BPJS)

Menanggapai kontroversi ini, peneliti Institute for Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng mengatakan, sebenarnya tak ada yang salah dengan RUU BPJS itu sendiri. Pasalnya, rakyat sangat membutuhkan haknya terkait jaminan sosial segera dipenuhi.

Menurut catatan DPR, baru 24 juta jiwa di Indonesia yang terlindungi jaminan sosial oleh empat BUMN.  Sementara 70 juta jiwa lainnya sudah terdaftar sebagai penerima jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas). Sisanya, 164 juta jiwa belum terlindungi jaminan apa-apa oleh negara.

Berikut petikan wawancara Kompas.com dengan Salamuddin mengenai pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) antara pemerintah dan DPR dalam satu masa sidang terakhir. Ia juga mengungkap soal harapan tentang BPJS yang benar-benar bermanfaat pada publik.

Bagaimana penilaian Anda terhadap pembahasan RUU BPJS saat ini?

Spirit-nya ada bahwa ini mau menyelenggarakan satu jaminan sosial menyeluruh bagi seluruh rakyat. Ini sudah benar. Cuma menjadi salah ketika dia menggunakan asas kepersertaan wajib; setiap orang harus membayar iuran untuk menjadi peserta. Di situ salahnya pertama.

(Anggota Pansus RUU BPJS dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, mengklarifikasi soal iuran tersebut. Menurut dia, negara akan membayar iuran untuk rakyat miskin yang memang tidak mampu. Selengkapnya silakan baca di sini.)

Kedua, badan hukum wali amanah yang otonom itu rancu dalam sistem hukum kita karena kita hanya mengenal badan hukum publik dan privat. Dalam praktiknya, badan hukum model trust fund untuk semua BUMN yang mengelola dana yang sangat besar itu cenderung komersial malah, seperti badan hukum perguruan tinggi, itu kan cenderung komersial, cenderung orientasinya profit, keuntungan dan basis. Nirlaba itu bukan tidak boleh mendapat laba. Itu definisinya kan boleh mempergunakan uang itu untuk kepentingan investasi.  

Masalah yang ketiga, yang menjadi dasar pertentangan dari spirit yang bagus tadi itu adalah tentang bolehnya digunakan sumber keuangan ini untuk kepentingan investasi tanpa pembatasan yang jelas. Misalnya, investasi sekarang itu hampir menjadi sesuatu yang sangat berisiko.

Kita melihat investasi bisa digunakan di luar negeri, bisa untuk kegiatan spekulasi, bisa juga digunakan untuk kegiatan membeli obligasi negara di dalam maupun di luar negeri. Padahal, ini kan dana rakyat, dana yang dijaminkan untuk rakyat. Bagaimana kalau suatu saat dana ini hilang? Perusahaan-perusahaan tempat mereka berinvestasi rugi? Siapa yang tanggung jawab? Negara? Tidak ada, karena tidak ada pembatasan yang jelas.

Undang-undang itu tidak boleh rancu, tidak boleh menimbulkan interpretasi macam-macam, dan tidak boleh menimbulkan kewenangan yang berlebihan kepada pengurusnya sehingga dia dapat menggunakan untuk sesuatu di luar tujuan, misalnya dia kan nirlaba. Jadi, sesuatu di luar tujuan itu seharusnya menurut akumulasi keuntungan. Tapi, kalau dia bisa menggunakan untuk kepentingan investasi luar negeri, itu yang jadi berbahaya. Di sini tiga hal yang menjadi pertentangan, kepesertaan, institusi yang otonom, dan penggunaan keuangan untuk kepentingan investasi.

Jadi, sekarang pertentangannya bukan sekadar versi DPR versus pemerintah lagi, tapi DPR versus rakyat?

Kalau saya lihat pertentangan DPR dan pemerintah ini tidak substantif (baca: Langkah Linglung RUU BPJS). Dia tidak mempersoalkan iuran kepesertaan, tapi yang dipersoalkan hanya seperti sharing kekuasaan saja di dalam badan hukum yang baru melalui transformasi.

Padahal bagi kami, yang harus dipermasalahkan adalah perdebatan mendasar tentang definisi jaminan sosial. Jaminan sosial harus dibedakan dengan asuransi. Jaminan sosial yang wajib itu harus diselenggarakan oleh negara dan asuransi sosial yang sukarela harus dikerjakan oleh BUMN yang kuat.

Sekarang banyak masalah di dalam BUMN kita. Itu memang harus dibenahi, tapi itu persoalan yang lain. Kita harus menyelenggarakan jaminan sosial sukarela itu harus oleh BUMN yang kuat. Yang wajib harus diselenggarakan oleh badan hukum publik, yaitu negara. Itu wajib karena itu menyangkut seluruh rakyat.

Nah, saya melihat perdebatan pemerintah dan DPR tidak pada substansi. Padahal, kami dari gerakan rakyat, dari kelompok buruh, menginginkan suatu sistem jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh rakyat dan itu harus dibiayai oleh negara melalui APBN terhadap jaminan-jaminan yang paling mendasar yaitu kesehatan dan pendidikan.

Ada contohnya?

Ada. Di dalam negeri sendiri. Pengalaman di beberapa daerah kan bisa, seperti Solo dan Yogyakarta. Wali Kota Solo dan Yogyakarta bisa berikan jaminan kesehatan gratis, sampai kecelakaan di jalan raya, bisa di-cover gratis oleh Wali Kota Solo. Artinya, APBN-nya kan mampu. Persoalannya, sekarang apakah pemerintah punya minat ke arah privatisasi atau justru ke arah keselamatan rakyat.

Pemerintah takut APBN akan jebol?

Oh, enggak. Saya bisa buktikan. Wali Kota Solo saja bisa kok, Wali Kota Yogya juga bisa. Mereka kemarin menyampaikan kesaksian ketika kami mengajukan gugatan terhadap UU SJSN di Mahkamah Konstitusi. Mereka bisa.

Berapa besaran yang kira-kira harus disediakan pemerintah untuk memberikan perlindungan gratis?

Menurut saya, 10 persen dari APBN untuk rakyat Indonesia ini enggak mahal. Kalau 10 persen, Rp 100 triliun itu lebih dari cukup (APBN pemerintah sekitar Rp 1.000 triliun).

Dengan syarat, kewajiban utang dinegosiasi lagi, penerimaan pajak yang katanya baru sepertiga yang kita terima diperbaiki lagi, institusi pajak dibenahi lagi, korupsi di pemerintahan dibenahi lagi, banyak jalan.

Saya kira enggak ada susahnya pemerintah membiayai dengan 10 persen APBN. Itu cukup. Kesehatan gratis, pendidikan gratis, indah sekali hidup ini....

 ***

Presiden Tunda Ketok Palu RUU BPJS

 

 ____________________

Baca juga:

Duduknya Perkara (1): Langkah Linglung RUU BPJS

Duduknya Perkara (2): Mereka Menolak RUU BPJS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com