Ketahanan perbankan Indonesia yang lebih baik itu dibandingkan dengan perbankan Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Hal itu berdasarkan tinjauan komprehensif di tengah tingginya tekanan keuangan.
Demikian siaran pers dari riset Deutsche Bank ”Global banks, credit quality in a deleveraging world” yang diterima Kompas, Rabu (5/10).
Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Ryan Kiryanto, setuju dengan riset tersebut. Alasannya, hampir semua indikator utama bank-bank di Indonesia masih bagus. Misalnya, rasio kredit bermasalah (NPL), rasio kecukupan modal (CAR), dan margin bunga bersih (NIM).
Berdasarkan data Bank Indonesia, bank umum di Indonesia membukukan dana pihak ketiga sebesar Rp 2.464 triliun dengan aset Rp 3.216 triliun.
Rata-rata CAR bank umum di Indonesia sebesar 17,24 persen dan NIM rata-rata 5,84 persen. Untuk NPL, ada 110 bank dengan NPL kurang atau sama dengan 5 persen dan 10 bank dengan NPL lebih dari 5 persen.
”Yang tidak kalah penting, mayoritas portofolio kredit dalam rupiah, bukan dollar AS,” kata Ryan.
Kredit bank umum per Juli 2011 sebesar Rp 1.973 triliun. Jumlah itu terdiri dari kredit dalam rupiah Rp 1.664 triliun dan kredit dalam dollar AS setara
Hal ini penting karena secara makro, fundamental perekonomian Indonesia yang kuat juga menjadi bumper bagi perbankan. Pasalnya, kredit yang kencang disokong pasar domestik yang besar. Kondisi ini berbeda dari negara yang ditunjang ekspor.
Riset Deutsche Bank mengukur risiko perbankan berdasarkan sembilan faktor risiko, antara lain, risiko makroekonomi, sistemik, dan ketahanan bank terhadap lonjakan kredit macet. Setiap risiko dinilai dengan skala 1-5, dengan skala 5 adalah paling berisiko.