JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sudah mendapatkan dasar hukum setelah undang-undangnya disahkan DPR RI, berpotensi tidak independen pada saat melaksanakan tugas-tugasnya. Itu muncul dari komposisi anggota Dewan Komisioner, yang kemungkinan besar ditempati oleh orang-orang yang lama berkecimpung di lembaga keuangan tertentu.
"Mereka terlibat secara batin, karena lama bekerja di satu lembaga keuangan. Hal yang sama terjadi di Amerika Serikat sebelum krisis keuangan global terjadi tahun 2008," ujar pengamat ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gajah Mada, Rimawan Pradiptyo, di Jakarta, Rabu (2/11/2011), dalam sebuah diskusi terbatas yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW).
Menurut Rimawan, di Amerika Serikat, lembaga sejenis OJK dihuni oleh anggota dewan komisioner yang sebelumnya bekerja di Goldman Sach. Akibatnya, ketika Goldman Sach terpuruk pada saat krisis keuangan terjadi tahun 2008, merekalah yang mendorong pemerintah untuk segera menyuntikan modal agar Goldman Sach diselamatkan.
"Ada sembilan anggota Dewan Komisioner, hanya dua yang ex-officio, dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Tujuh lainnya dipilih di DPR. Syaratnya adalah tidak terkait dengan partai politik dan memiliki pengalaman di lembaga keuangan. Siapa yang akan mengisinya dengan syarat seperti itu? Tentu orang yang dibesarkan di lembaga keuangan tertentu. Saya tidak yakin mereka bisa obyektif," ujarnya.
Jalan keluarnya adalah, upayakan agar komposisi dewan komisioner merata, tidak terkonsolidasi pada alumni-alumni lembaga keuangan yang sama. "Saya sendiri menyarankan kepada pemerintah pada tahun 2010, sebaiknya seluruh anggota dewan komisioner berasal dari pejabat ex-officio," tutur Rimawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.