Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbagi Nilai di Kecap Bango

Kompas.com - 05/11/2011, 06:43 WIB

Pieter P Gero

KOMPAS.com - Seluruh 22 jajaran Dewan Komisaris dan direksi Unilever Global beberapa waktu lalu kumpul di Indonesia. Mereka membahas langkah strategis perusahaan raksasa dunia itu di Jakarta. Chief Executive Officer Unilever Paul Polman menegaskan, ini bukti bahwa Indonesia punya prospek pertumbuhan bisnis yang mantap.

Paul yang menjadi CEO Unilever sejak 1 Januari 2009 melihat Indonesia merupakan salah satu penyumbang pundi-pundi pemasukan Unilever. ”Satu dari 10 produk dalam setiap rumah tangga di Indonesia pasti ada produk keluaran Unilever,” ujarnya saat wawancara di Kampus Universitas Indonesia, Depok.

Ayah tiga anak ini tetap tampak segar sekalipun baru saja memberikan kuliah umum di depan ratusan mahasiswa. Berikut petikan wawancara dengan pria yang gemar membaca, lari maraton, dan mendaki gunung ini.

Anda bicara soal share value, berbagi nilai. Apa yang dibuat Unilever soal ini di Indonesia.

Berbagi nilai sudah banyak dilakukan Unilever dan bisa dilakukan di mana saja. Sebagai contoh di Indonesia dalam produksi Kecap Bango.

Kami membagi nilai dalam pengembangan bahan baku kedelai untuk 7.000 petani kecil di Jawa. Ini agar produk yang dihasilkan tetap berkualitas dan disukai konsumen. Hal ini juga berarti mereka bisa memperbaiki pendapatan agar lebih tinggi dan menghasilkan produk yang sesuai. Juga ada 3.000 perempuan yang terlibat di sana.

Dengan demikian, produk yang dihasilkan baik, diterima pasar. Kami akan membagi keuntungan perusahaan dengan para petani. Produk yang tumbuh berkelanjutan jelas akan menguntungkan perusahaan dan juga para petani. Dan, ini akan menjadi hubungan jangka panjang. Ini contoh baik soal berbagi nilai. Jika saya ingin profit sesaat, untuk apa kami investasi dalam budidaya kedelai, sekolah, dan pertanian kedelai? Kami menciptakan komunitas yang saling menguntungkan.

Pimpinan Unilever kumpul di sini, ada rencana bisnis baru di Indonesia?

Dua tahun lalu, saya datang ke Indonesia dan berjumpa dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kami jelaskan soal rencana pengembangan bisnis kami di sini, apakah itu es krim atau biodiversity. Semua ini bukan hanya untuk konsumsi dalam negeri, melainkan juga untuk ekspor. Kami ciptakan lapangan kerja baru bagi 500 orang. Dalam empat tahun ini, kami investasi Rp 6 triliun untuk pengembangan pabrik. Ini salah satu yang terbesar di Indonesia. Kami juga mengembangkan pelatihan, juga membelanjakan iklan untuk mendukung produk kami.

Kami pastikan akan mengembangkan investasi kami di sini untuk membantu kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia lewat penciptaan lapangan kerja. Karena Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, kami juga akan terus melihat peluang di sini untuk ikut tumbuh di sini.

Apakah ini berarti Unilever akan menjadikan basis produksi di Indonesia untuk ekspor?

Kami sudah 78 tahun berada di Indonesia dengan puluhan ribu karyawan, dan secara tak langsung melibatkan hingga 300.000 orang (Unilever Indonesia termasuk dalam 10 besar penyumbang penghasilan bagi Unilever Global). Indonesia menjadi pemasok dari sejumlah produk unggulan Unilever. Kami juga punya 1 juta toko di sini yang menjual produk Unilever, tak ada perusahaan lain yang seperti ini.

Apa saja hambatan yang ada di negeri ini dalam investasi dan bisnis?

Saya rasa Anda punya negeri yang luas dengan sejumlah persoalan yang luar biasa. Infrastruktur, misalnya. Namun, pemerintah Anda berupaya untuk itu, seperti rencana pembangunan jembatan Selat Sunda. Kami sendiri merasakan bagaimana beban menangani logistik dari semua produk perusahaan kami hingga bisa hadir di seluruh negeri ini.

Krisis global dengan perekonomian Eropa dan AS yang tidak menentukan, bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia punya posisi ekonomi yang lumayan. Pertumbuhan ekonomi didukung dengan perdagangan di antara negara ASEAN. Jadi, tidak masalah selama kondisi kawasan ini oke. Hanya saja, perlu meningkatkan ekspor produk dengan nilai tambah. Unilever melakukan itu dengan mengekspor es krim, ini nilai tambah dari cokelat. Jadi, ini bisa meningkatkan pendapatan. Indonesia juga punya kondisi fiskal yang baik, nilai tukar yang relatif stabil, dan kondisi moneter yang baik. Jadi, saya rasa Indonesia bisa mencatat pertumbuhan ekonomi antara 6 dan 8 persen.

Bagaimana sumber daya manusia, apakah cukup memadai?

Saya melihat populasi anak muda yang cukup besar di negeri ini. Ini potensi besar. Kami dari aspek perusahaan menyukai hal ini. Apalagi, terjadi peningkatan standar hidup dan daya beli. Kondisi ini baik bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi. Ini menjadi pendorong ekonomi negeri ini dalam satu dekade ke depan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com