Jakarta, Kompas -
”Kesenjangan itu (selisih antara kebutuhan proteksi dan dana yang dimiliki untuk menutup proteksi tersebut) mencapai sekitar Rp 105,7 juta per orang,” kata Peter J Crewe, President Director AIA Financial, Selasa (22/11) di Jakarta, saat menjelaskan hasil studi AIA.
Studi itu bertajuk ”Memahami Kesenjangan Proteksi Asuransi Jiwa di Indonesia”, dilaksanakan Juli sampai September 2001 dan melibatkan 1.208 responden di 10 kota di Indonesia.
Survei ini juga menemukan sebanyak 60 persen responden sama sekali tidak memiliki asuransi ataupun dana cadangan untuk melindungi diri atau proteksi sendiri maupun keluarganya dalam mengantisipasi risiko kesehatan yang berpotensi memberikan dampak pada keuangan dan kondisi keluarga.
”Kami mengerti mayoritas masyarakat Indonesia memiliki selisih antara kepemilikan dana dan rata-rata dana yang dibutuhkan cukup signifikan, yaitu 77 persen. Artinya, rata-rata hanya memiliki persiapan 23 persen sehingga kurang optimal,” kata Crewe.
Pengamat perasuransian dari Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, mengatakan, rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia karena penduduk Indonesia belum sadar risiko. Indonesia ketinggalan sekitar 50 tahun dibandingkan Malaysia.
Menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat itu, hal itu berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah dan belum adanya aturan wajib penerapan sistem jaminan sosial.
Chief Marketing Officer AIA Financial Ade Bungsu mengatakan, hasil survei menunjukkan kebutuhan proteksi satu keluarga rata-rata mencapai Rp 137,21 juta, sementara dana darurat (emergency funds) yang mereka siapkan hanya Rp 31,48 juta.
Ade memperkirakan, kesenjangan perlindungan untuk semua keluarga Indonesia mencapai Rp 6.128 triliun. Kesenjangan itu bakal terus bertambah karena biaya kesehatan di Indonesia meningkat 10 hingga 14 persen dalam dua tahun terakhir.
Ia menambahkan, dari keseluruhan keluarga di Indonesia, hanya 10,5 juta keluarga yang terlindungi oleh asuransi, sementara secara individual, 60 persen individu belum memiliki asuransi. Dari total penghasilan mereka, yang dibelikan produk asuransi hanya 10 persen, sementara tabungan dan investasi 18 persen.
Ade mengajak masyarakat semakin peduli akan kebutuhan proteksi diri dan keluarga melalui perencanaan keuangan yang matang.