Lucky A Lontoh, pemerhati energi dari International Institute for Sustainable Development, menegaskan, pembatasan penggunaan BBM jenis premium bersubsidi di Jawa-Bali yang mulai diberlakukan April 2012 membutuhkan kinerja pengawasan dan penegakan hukum lebih keras dan tegas.
Karena dalam pembatasan itu, premium bersubsidi masih dapat disediakan secara luas dengan hanya mempersempit penggunaan pada kendaraan sepeda motor, layanan umum, dan angkutan umum.
”Langkah terbaik sebenarnya adalah melepaskan harga BBM pada mekanisme pasar agar konsumen dapat menimbang berdasarkan kualitas dan kebutuhan,” ucap Lucky.
Ia menjelaskan, hal itu bertujuan meminimalkan upaya penyalahgunaan BBM bersubsidi yang harganya timpang dibandingkan dengan BBM nonsubsidi. Untuk menyukseskan pembatasan pemakaian BBM bersubsidi, menurut dia, diperlukan peningkatan kekuatan pengawasan dan penegakan hukum.
”Sejauh mana kekuatan pengawasan distribusi dan kepatuhan hukum, ini yang harus dipersiapkan, tapi sulit. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana BBM bersubsidi bisa dikontrol setelah keluar dari SPBU.
Seperti diberitakan, (Kompas, 6 Januari 2012), Menteri Keuangan Agus Martowardojo memastikan program pembatasan BBM bersubsidi diterapkan di Jawa-Bali per 1 April 2012. Di Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Papua berlaku tahun 2013 dan 2014. Hanya angkutan umum, pelayanan umum, dan sepeda motor yang berhak memakai BBM subsidi.(evy/TRA/(ICH)