Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Pembatasan BBM, Menaikkan Harga Secara Terselubung

Kompas.com - 16/04/2012, 11:40 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat energi, Kurtubi menilai rencana pemerintah untuk membatasi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berdasarkan kapasitas mesin mobil, tidak akan efektif. Ia mengatakan, pembatasan sulit untuk diterapkan. "Pertama, kebijakan ini mendorong rakyat untuk pindah secara massal dari premium ke pertamax. Keduanya adalah minyak. Ke depan ini tidak bagus karena tetap menggiring masyarakat ke energi yang diimpor," ungkap Kurtubi kepada Kompas.com, Senin (16/4/2012).

Ia pun menilai kebijakan yang rencananya akan membatasi konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan berdasarkan kapasitas mesin, sama saja dengan menaikkan harga BBM secara terselubung. Pasalnya, jika kendaraan dengan kapasitas tertentu tersebut harus mengonsumsi BBM non-subsidi seperti pertamax, maka masyarakat harus membayar BBM dengan harga yang tentu lebih mahal ketimbang premium yang sekarang Rp 4.500 per liter. "Pertamax sekarang sudah di harga Rp 10.000-an," tambah Kurtubi.

Lalu, menurut Kurtubi, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi sulit dilakukan di lapangan. Petugas Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) bisa bersitegang dengan konsumen yang bisa jadi memaksa untuk membeli BBM bersubsidi.

Kurtubi pun berpendapat, pembatasan pada dasarnya adalah hal yang salah. Rencana ini melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang penggunaan harga pasar untuk BBM di Indonesia. Sedangkan, pertamax adalah BBM yang harganya fluktuatif sesuai dengan harga pasar. "Ini bisa diinteprestasikan terang-terangan melanggar MK," tegas dia.

Oleh karena itu, ia menyarankan, pemerintah lebih baik fokus kepada pengembangan bahan bakar gas (BBG) atau menaikkan harga BBM bersubsidi. BBG, terang Kurtubi, adalah energi yang lebih murah dan ramah lingkungan. Atau, pemerintah bisa menaikkan harga BBM bersubsidi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam APBN-P 2012.

Pemerintah diperbolehkan menyesuaikan harga BBM bersubsidi jika ada selisih antara realisasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dengan asumsi sebesar 15 persen dalam enam bulan. "Lebih baik menaikkan harga premium. Saya yakin 15 persen akan tercapai tahun ini, tinggal bersabar saja," pungkas Kurtubi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

    Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

    Whats New
    BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

    BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

    Work Smart
    Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

    Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

    Whats New
    Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

    Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

    Whats New
    Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

    Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

    Whats New
    Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

    Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

    Whats New
    Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

    Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

    Whats New
    Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

    Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

    Whats New
    Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

    Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

    Work Smart
    Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

    Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

    Whats New
    Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

    Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

    Whats New
    Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

    Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

    Whats New
    Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

    Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

    Whats New
    Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

    Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

    Work Smart
    Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com