Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Si Tangguh yang Dipandang Sebelah Mata

Kompas.com - 18/04/2012, 10:25 WIB

          NELI TRIANA

”Jangan sangka mereka lemah,” kata Hiramsyah S Thaib, President Director & CEO PT Bakrieland Development Tbk, saat membahas tentang orang-orang yang berkecimpung di sektor informal untuk menyambung hidup di Jakarta, Selasa (10/4/2012), dalam diskusi terbatas Kompas.

Hiramsyah, dosen dan juga mantan praktisi perbankan itu, mengatakan, kemampuan mencicil utang pelaku sektor informal amat tinggi. Akumulasi cicilan harian sewa lapak pedagang kaki lima, misalnya, bisa jauh lebih besar daripada biaya sewa per tahun kios di pasar modern. Fakta ini menunjukkan kestabilan ekonomi pelaku sektor informal.

Sektor informal, menurut dia, memiliki peran yang besar dalam memutar roda perekonomian di negaranegara sedang berkembang termasuk Indonesia. Usaha mereka yang berciri skala kecil, tetapi banyak juga tangguh dalam arti mampu bertahan menghadapi tempaan krisis.

Sosiolog UI, Raphaela D Dwianto, juga mengatakan, berdasarkan penelitiannya tahun 2006 di beberapa kota besar di Indonesia, rata-rata ditemukan 60 persen dari total penduduk berkecimpung di sektor informal. ”Di Jakarta, saya rasa fenomena serupa juga terjadi,” katanya.

Beberapa ahli sepakat bahwa yang disebut sektor informal adalah sektor yang tidak terorganisasi, tidak teratur, dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar. Jumlah penduduk yang hidup di sektor informal bisa mencapai sekitar 30 persen-70 persen total populasi tenaga kerja di perkotaan.

Dengan jumlah yang sedemikian besar, bagaimanakah kedudukan masyarakat di sektor informal di Jakarta? Lihat saja nasib para pedagang pasar tradisional dan PKL di kota ini.

”Pasar mana yang tidak ada isu akan digusur atau direnovasi total di Jakarta ini,” kata Hendrik, pedagang aneka jenis plastik pembungkus di Blok M, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Ujung-ujungnya, kata Hendrik, pedagang lama tergusur dan diganti dengan orang baru bermodal besar yang bisa membeli kios lima kali lipat lebih mahal dari kios lama. Itu pun bisa membeli lebih dari satu unit kios. Ujung-ujungnya, orang baru ini menyewakan kiosnya dengan harga tinggi. Jelas praktik seperti itu sama sekali tidak melindungi pedagang tradisional

”Aneh memang di Jakarta ini. Penduduk tiap tahun bertambah, kota juga makin besar, tetapi jumlah pasar dan pedagang tradisional makin menurun,” kata arsitek kota, Andy Siswanto.

Idealnya, kata Andy, sama seperti di beberapa negara maju, pasar tradisional selalu dijaga kelestariannya. Di setiap kawasan permukiman selalu ada pasar tradisional. Pasar modern atau hipermarket ditempatkan di pinggiran kota. Ini untuk membagi pangsa pasar, keberlangsungan usaha rakyat, juga mempertahankan estetika kota.

PKL pun bernasib tak menguntungkan di Jakarta. Di satu sisi, PKL dituding sebagai pembuat kekumuhan kota karena mengokupasi halaman depan pasar resmi atau jalur pejalan kaki. Namun, di sisi lain, PKL selalu muncul kembali meski sering diberantas. Hal ini menunjukkan betapa kebutuhan atau permintaan masyarakat terhadap barang-barang sekelas ”PKL” masih amat tinggi.

Pemberdayaan tepat

Pesatnya pertumbuhan sektor informal di kota besar seperti Jakarta mau tidak mau selalu dikaitkan dengan fenomena globalisasi. Dengan terciptanya kawasan pasar bebas, negara mana pun bisa memasok barang, jasa, juga modal, termasuk di dalamnya konsep-konsep pembangunan yang menjadi seragam di kota-kota besar hingga daerah terpencil.

Hipermarket maupun minimarket juga gerai restoran asing yang kini marak membanjiri Jakarta adalah bagian dari fenomena global itu. Namun, apakah keberadaan mereka secara langsung menghabisi pasar tradisional maupun PKL?

Hernando de Soto, ekonom dunia asal Peru, yang pemikirannya menjadi rujukan banyak ahli ekonomi dunia maupun di Indonesia, mengatakan, kemiskinan di negara berkembang bukan karena globalisasi. Kemiskinan itu karena pemerintah setempat tidak memberi kesempatan bagi rakyatnya untuk masuk ekonomi pasar. Agar tak semakin runyam, pemerintah dianggap perlu memformalkan sektor informal.

Salah satu upaya sesuai rujukan de Soto mungkin seperti yang diungkapkan Hiramsyah. Menurut dia, meski belum menggejala secara massal, perbankan di Indonesia kini mulai melirik potensi sektor informal.

”Baru beberapa bank sudah mau memberi kredit modal, saya rasa ini langkah maju,” kata mengutip tulisan de Soto.

”Pemberdayaan sektor informal merupakan pekerjaan rumah besar juga bagi pemimpin maupun calon pemimpin Jakarta. Pemberdayaan sektor informal bisa dimulai dari pemberian ruang untuk permukiman, akses transportasi, hingga pembiayaan usaha yang terjangkau yang difasilitasi pemerintah,” tambah Andy.

Warga yang tinggal di perkampungan padat, bantaran sungai, atau rel kereta api, bisa dipastikan sebagian besar adalah pekerja informal. Menurut Andy, lokasi atau lingkup ruang kerja mereka, misalnya pemulung sampah plastik, juga tak jauh dari tempat tinggalnya. Karena itu, perbaikan permukiman di lokasi yang sama bisa meningkatkan kualitas hidup tanpa membuat mereka tercerabut dari akarnya.

Perkampungan padat seperti Tambora dan Johar Baru tidak harus diubah menjadi permukiman vertikal. Hanya karena mobil pemadam kebakaran tidak bisa melewati jalan-jalan sempit perkampungan, kata Andy, bukan berarti kampung harus dibedah dan jalan dilebarkan.

”Selalu ada teknologi yang bisa diterapkan untuk segala situasi. Misalnya, penyediaan air perpipaan. Selain untuk air bersih, juga ada air dan peralatan tepat guna lain untuk mengantisipasi kebakaran,” katanya.

Pemerintah, lanjut Andy, juga bisa kreatif menciptakan pusatpusat kegiatan sektor informal, sekaligus untuk menghidupkan lokasi-lokasi strategis yang selama ini hanya berfungsi tunggal. ”Daripada Taman Monas kalau malam remang-remang, coba dikelola menjadi pasar malam penampung PKL dan pedagang tradisional,” ujarnya.

Menurut dia, sebuah ruang terbuka di tengah kota seharusnya menunjukkan dinamika kota itu. Namun, sekarang yang dianggap ruang terbuka bagi warga Jakarta kecenderungannya justru Bundaran Hotel Indonesia yang sebenarnya hanya bagian dari jalan, bukan ruang terbuka. Mulai dari acara pemerintahan hingga unjuk rasa warga menuntut perubahan justru lahir di jalanan di Bundaran HI. Hasilnya, gangguan selalu menghadang arus lalu lintas di kawasan itu.

Nirwono Joga, arsitek lanskap dan penulis buku RTH 30 Persen Revolusi (Kota) Hijau, pernah mengatakan, betapa ia menyayangkan kawasan Sudirman-Thamrin yang pada siang hari menyedot jutaan orang, tetapi saat malam dibiarkan senyap. Andy menambahkan, di lokasi-lokasi tertentu di Sudirman-Thamrin bisa diberdayakan menjadi pasar malam, bursa barang bekas, pusat kuliner, dan aktivitas warga yang sedang tren, mulai kegiatan seni budaya hingga olahraga.

Andy juga melihat, penataan Kota Tua di Jakarta Barat cukup bagus. Kawasan tersebut menjadi pusat pedagang barang bekas, kafe, warung, dan museum-museum yang kini kerap berkegiatan di malam hari.

Ini salah satu rintisan lokasi yang mixed use dan bagus. Namun, butuh pengembangan dan upaya lebih dari pemerintah agar kota makin hidup tanpa harus menjadi kumuh.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pertamina Hulu Rokan Produksi Migas 167.270 Barrel per Hari Sepanjang 2023

    Pertamina Hulu Rokan Produksi Migas 167.270 Barrel per Hari Sepanjang 2023

    Whats New
    Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Jumat 17 Mei 2024

    Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Jumat 17 Mei 2024

    Spend Smart
    3 Tanda Lolos Kartu Prakerja, Apa Saja?

    3 Tanda Lolos Kartu Prakerja, Apa Saja?

    Whats New
    Harga Bahan Pokok Jumat 17 Mei 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

    Harga Bahan Pokok Jumat 17 Mei 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

    Whats New
    IHSG Bakal Lanjut Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

    IHSG Bakal Lanjut Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

    Whats New
    Wall Street Berakhir di Zona Merah, Dow Sempat Sentuh Level 40.000

    Wall Street Berakhir di Zona Merah, Dow Sempat Sentuh Level 40.000

    Whats New
    KB Bank Dukung Swasembada Pangan lewat Pembiayaan Kredit Petani Tebu

    KB Bank Dukung Swasembada Pangan lewat Pembiayaan Kredit Petani Tebu

    BrandzView
    5 Cara Transfer BRI ke BCA Lewat ATM hingga BRImo

    5 Cara Transfer BRI ke BCA Lewat ATM hingga BRImo

    Spend Smart
    Diajak Bangun Rute di IKN, Bos MRT: Masih Fokus di Jakarta

    Diajak Bangun Rute di IKN, Bos MRT: Masih Fokus di Jakarta

    Whats New
    Sertifikasi Halal UMKM Ditunda, Kemenkop-UKM Terus Lakukan  Sosialisasi dan Dorong Literasi

    Sertifikasi Halal UMKM Ditunda, Kemenkop-UKM Terus Lakukan Sosialisasi dan Dorong Literasi

    Whats New
    Pesawat Garuda yang Terbakar di Makassar Ternyata Sewaan, Pengamat Sarankan Investigasi

    Pesawat Garuda yang Terbakar di Makassar Ternyata Sewaan, Pengamat Sarankan Investigasi

    Whats New
    Prabowo Yakin Ekonomi RI Tumbuh 8 Persen, Standard Chartered: Bisa, tapi PR-nya Banyak...

    Prabowo Yakin Ekonomi RI Tumbuh 8 Persen, Standard Chartered: Bisa, tapi PR-nya Banyak...

    Whats New
    Gara-gara Miskomunikasi, Petugas PT JAS Jatuh dari Pintu Pesawat di Bandara Soekarno-Hatta

    Gara-gara Miskomunikasi, Petugas PT JAS Jatuh dari Pintu Pesawat di Bandara Soekarno-Hatta

    Whats New
    Utang Rp 14,5 Triliun untuk Bangun Rute Baru MRT Akan Dibayar Pakai APBN-APBD

    Utang Rp 14,5 Triliun untuk Bangun Rute Baru MRT Akan Dibayar Pakai APBN-APBD

    Whats New
    Lupa Bawa Kartu? Ini Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BCA

    Lupa Bawa Kartu? Ini Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BCA

    Work Smart
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com