Jakarta, Kompas -
Ketua Umum Shrimp Club Indonesia Iwan Sutanto saat dihubungi dari Jakarta, Senin (9/7), mengemukakan, pelemahan pasar udang dipicu krisis global. Pasar dunia yang lesu mendorong turunnya permintaan bahan baku dari industri pengolahan udang sehingga harga anjlok.
Wilayah budidaya udang yang paling terimbas penurunan permintaan antara lain Medan, Lombok, Sumbawa, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat. Total luas lahan di wilayah itu mencapai 5.500 hektar dan kapasitas produksi 85.000 ton.
Panen dari tambak udang di sejumlah wilayah terpaksa ditunda karena kapasitas gudang penyimpanan sudah tidak mampu menampung. Penundaan panen mengakibatkan pembayaran sarana produksi, seperti benih udang dan pakan, tertunda.
”Apabila hal ini terus berlangsung, dikhawatirkan terjadi penghentian kegiatan budidaya udang,” kata Iwan.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia Thomas Darmawan membenarkan anjloknya harga udang turut dipicu daya beli pasar yang menurun akibat krisis global. Selain itu, panen raya udang di India dan Thailand juga membanjiri pasar.
Penurunan terutama untuk udang ukuran besar. Sebagai ilustrasi, harga jual udang berjumlah 50 ekor per kilogram turun dari Rp 49.000 per kg jadi Rp 42.000 per kg, bahkan mencapai
Dampak penurunan harga udang paling dirasakan oleh
Thomas menambahkan, pemerintah perlu segera bekerja sama dengan pelaku usaha untuk membentuk sistem informasi pasar udang sehingga pelaku usaha dapat mengetahui kondisi harga, lokasi panen, kebutuhan pasar, dan stok dunia. Dengan sistem informasi itu, pelaku usaha dapat memperhitungkan produksi dengan kondisi pasar.
Saat ini, pasar tujuan ekspor udang nasional adalah Amerika Serikat, Jepang, Eropa, dan China. Pasar udang ke Amerika Serikat turun dari 80.000 ton menjadi 70.000 ton, Jepang turun dari 40.000 ton menjadi 35.000 ton, Eropa merosot dari 20.000 ton menjadi 10.000 ton, dan China berkisar 6.000 ton.