Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis yang Bermartabat

Kompas.com - 22/10/2012, 10:15 WIB

KOMPAS.com - Nomor satu pelanggan, nomor dua distributor, dan nomor tiga industri. Urutan ini dicanangkan para pendiri industri otomotif Toyota. Ini dimaknakan, raksasa industri otomotif dunia itu menempatkan pelanggan atau konsumen di urutan pertama prioritas. Pelanggan harus dinomorsatukan. Tanpa pelanggan, tidak ada distributor dan industri.

Di Indonesia, pelbagi perusahaan mempunyai strategi khas untuk memenangi pertarungan keras di pasar. Grup-grup usaha, seperti Astra, Salim, Djarum, Bakrie, Medco, Agung Podomoro, dan PT Haji Kalla—sekadar menyebut beberapa contoh—mempunyai strategi penuh warna dan kaya. Di antara grup tadi, yang kali ini menarik diungkapkan ialah PT Hadji Kalla. Grup usaha yang didirikan Haji Kalla, ayah dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, itu berdiri tahun 1952. Peringatan usia panjang itu diselenggarakan di Makassar, Sabtu (20/10/2012).

Haji Kalla mengawali bisnis pada era 1930-an dengan menjadi semacam patteke, pedagang keliling/eceran tempo dulu. Ia berdagang dari kampung ke kampung, dari desa ke desa. Yang diperdagangkan, mulai dari kain, sarung, hingga beberapa jenis kebutuhan sehari-hari. Karena situasi saat itu, perusahaannya kerap cemerlang, tetapi acap pula terseok-seok. Setelah Indonesia merdeka, usahanya makin maju hingga ”diformalkan” pada 1952. Perusahaan tumbuh ketika Jusuf Kalla, atas permintaan ayahnya, menjadi pemimpin perusahaan itu. Namun, Jusuf Kalla kemudian menyerahkan seluruh kendali kepada adik-adiknya ketika menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan merangkap Kepala Bulog tahun 1999.

Jusuf Kalla bertutur, pada ulang tahun ke-60 perusahaan ini ia setuju dibuat perayaan. Ia hendak menyapa pelanggan dan publik, sekaligus menyatakan bahwa perusahaan bisa bertahan lama kalau ditangani sepenuh hati dan menggenggam nilai-nilai luhur.

Perusahaan, lanjut Jusuf Kalla, harus selalu bersyukur atas apa yang diraih. Rasa syukur ini mendorong untuk terus maju dan maju. Perusahaan pun harus memiliki nilai budaya siri (martabat, harga diri). Kalau perusahaan tidak dikelola dengan baik, kinerjanya menurun. Hal itu akan membuat siri, martabat dan kehormatan, turun. Maka, segenap usaha konstruktif mesti dilakukan agar perusahaan maju dan martabat tegak.

Hal yang menarik adalah nama perusahaan menggunakan nama keluarga. Kalau kinerja turun, nama keluarga itu ikut terbawa-bawa. Maka, suka tidak suka, segenap energi dan elan harus dikerahkan. Reputasi bagus, nama semerbak.

Ke depan, kata Jusuf Kalla, adik-adiknya akan mengembangkan perusahaan ke aspek lebih strategis. Misalnya, bermain di wilayah ramah lingkungan, yakni energi terbarukan, green energy (membangun listrik 1.200 megawatt), industri, mesin-mesin presisi, dan sejumlah komoditas strategis.

Jusuf Kalla bangga, PT Haji Kalla berkibar. Selama lebih dari 20 tahun perusahaan (hampir) selalu nomor satu sebagai pembayar pajak terbesar di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. ”Bayar pajak yang benar menjadi komitmen kami, demikian juga menyetor zakat,” ujar Jusuf Kalla. (Abun Sanda)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BEI Bakal Berlakukan 'Short Selling' pada Oktober 2024

BEI Bakal Berlakukan "Short Selling" pada Oktober 2024

Whats New
Rekrut CPNS, Kemenko Perekonomian Minta Tambahan Anggaran Rp 155,7 Miliar

Rekrut CPNS, Kemenko Perekonomian Minta Tambahan Anggaran Rp 155,7 Miliar

Whats New
Usai Direktur IT, Kini Direktur Bisnis UKM Mundur, KB Bank Buka Suara

Usai Direktur IT, Kini Direktur Bisnis UKM Mundur, KB Bank Buka Suara

Whats New
Tingkatkan Literasi Keuangan Syariah, OJK Gelar Sharia Financial Olympiad

Tingkatkan Literasi Keuangan Syariah, OJK Gelar Sharia Financial Olympiad

Whats New
Tiga Pesan Bank Dunia untuk RI, dari Makroekonomi hingga Reformasi Swasta

Tiga Pesan Bank Dunia untuk RI, dari Makroekonomi hingga Reformasi Swasta

Whats New
Kisah Anita Dona, 'Nekat' Dirikan Dolas Songket Bermodal Rp 10 Juta, Kini Jadi Destinasi Wisata Sawahlunto

Kisah Anita Dona, "Nekat" Dirikan Dolas Songket Bermodal Rp 10 Juta, Kini Jadi Destinasi Wisata Sawahlunto

Smartpreneur
Perekonomian Indonesia Disebut Terjaga dengan Baik dan Bisa Hadapi Risiko Ketidakpastian Global

Perekonomian Indonesia Disebut Terjaga dengan Baik dan Bisa Hadapi Risiko Ketidakpastian Global

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Ngegas ke Level Rp 16.394

IHSG Naik Tipis, Rupiah Ngegas ke Level Rp 16.394

Whats New
BSI dan MES Tawarkan Deposito Wakaf untuk Jaminan Sosial Pekerja Informal

BSI dan MES Tawarkan Deposito Wakaf untuk Jaminan Sosial Pekerja Informal

Rilis
Industri Pengguna Gas Bumi Usul Program HGBT Dihapuskan

Industri Pengguna Gas Bumi Usul Program HGBT Dihapuskan

Whats New
Tumbuhkan Minat Kewirausahaan PMI, Bank Mandiri Gelar Mandiri Sahabatku dan Kenalkan Fitur Livin’ di Seoul

Tumbuhkan Minat Kewirausahaan PMI, Bank Mandiri Gelar Mandiri Sahabatku dan Kenalkan Fitur Livin’ di Seoul

Whats New
Tiket Konser Bruno Mars Bisa Dibeli 27-28 Juni 2024 Lewat Livin by Mandiri

Tiket Konser Bruno Mars Bisa Dibeli 27-28 Juni 2024 Lewat Livin by Mandiri

Spend Smart
Tesla PHK 14 Persen Karyawan Sepanjang 2024

Tesla PHK 14 Persen Karyawan Sepanjang 2024

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.400, Anggaran Subsidi Energi Berpotensi Membengkak

Dollar AS Tembus Rp 16.400, Anggaran Subsidi Energi Berpotensi Membengkak

Whats New
Bank Dunia: Perpanjangan Bansos Dorong Defisit APBN Indonesia

Bank Dunia: Perpanjangan Bansos Dorong Defisit APBN Indonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com