Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga BBM Jadi Kunci Atasi Persoalan

Kompas.com - 24/10/2012, 07:48 WIB

Subsidi energi yang terus menggelembung, menurut Tony, akan berakumulasi pada gembosnya daya stimulus APBN. Ujung- ujungnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun-tahun mendatang bisa terjun bebas menjadi 3-4 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan 6,3-6,5 persen.

”Daya serap tenaga kerja akan sedikit sehingga angka pengangguran meledak. Kemudian, infrastruktur juga akan semakin buruk dan investor akhirnya tak mau datang. Ini akan jadi lingkaran setan,” kata Tony.

Harga minyak tak rasional

Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menyatakan, kemungkinan asumsi ICP meleset masuk akal. Ini disebabkan volatilitas harga minyak dunia begitu tinggi dan tidak rasional.

Mahendra berpendapat, harga minyak dunia tidak lagi hanya dibentuk oleh realitas penawaran dan permintaan, tetapi lebih banyak ditentukan oleh psikologi dan spekulasi pasar. Hal ini menjadi semakin rumit di tengah krisis perekonomian global yang penuh ketidakpastian.

Dari hasil pertemuan dengan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia di Tokyo, Jepang, pekan lalu, menurut Mahendra, proyeksi perekonomian global masih belum akan berubah menuju perbaikan dalam waktu dekat.

Dalam kondisi serba tidak pasti, lanjutnya, pemerintah akan mencermati perkembangan realisasi ICP dari waktu ke waktu untuk mengukur apakah asumsi bisa dipertahankan atau tidak. Kalau realisasi ICP selama periode tertentu melampaui asumsi, penyesuaian perlu dilakukan.

Menurut Mahendra, caranya ada dua langkah. Pertama, menarik utang baru untuk menutup pembengkakan subsidi dengan konsekuensi defisit melebar. Ini tidak direkomendasikan karena menyerang kredibilitas APBN.

Kedua, menaikkan harga BBM bersubsidi yang, menurut dia, lebih rasional dan tidak mengganggu APBN. Namun, kebijakan yang memiliki sensitivitas politik tinggi ini memerlukan dukungan berbagai pihak.

”Dari segi politik, kalau ini (menaikkan harga BBM bersubsidi) memang keputusan semua pemangku kepentingan termasuk media dan masyarakat merasa sudah saatnya kita mulai penyelesaian yang menyeluruh, kita lihatlah. Karena ini keputusan politik, memang semua pemangku kepentingan harus bicara. Jangan diserahkan sama pemerintah dan DPR saja,” kata Mahendra.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menyatakan, konsumsi energi berlangsung setiap hari tanpa didasari perencanaan jangka panjang. Ini disebabkan pemerintah belum mempunyai konsep ketahanan energi nasional.

Konversi yang ramai dilontarkan berbagai pihak selama ini, menurut Bambang, sebatas wacana yang tak jelas realisasinya. Kalaupun ada yang jalan, efek mengerem konsumsi BBM bersubsidi amat minim. Inilah yang terjadi pada program sejumlah kementerian yang jalan sendiri- sendiri.

”Kalau BBM Rp 4.500 per liter, sementara yang ini mau gas, yang ini mau listrik, begitu berhadapan dengan kenyataan harganya di atas Rp 4.500, bubar semua. Secara bisnis enggak masuk. Enggak ada insentif untuk kita pindah ke energi lain kalau harga BBM masih Rp 4.500,” kata Bambang. (LAS/BEN)

Baca Artikel Lain Mengenai Perekonomian Indonesia di Topik EKONOMI RI TETAP MELAJU

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com