Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iklan TKI Juga Ada di Singapura

Kompas.com - 06/11/2012, 06:38 WIB

Jakarta, Kompas - Iklan menawarkan jasa tenaga kerja Indonesia sebagai pekerja rumah tangga ternyata juga ada di Singapura. Agen pekerja asing tidak hanya beriklan memakai papan neon dan situs internet. Tenaga kerja Indonesia memakai seragam dan duduk di dalam ruang kaca di pusat perbelanjaan.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DPR, Eva Kusuma Sundari, mengungkapkan hal ini, di Jakarta, Senin (5/11). Eva mempertanyakan keseriusan pemerintah membangun perlindungan TKI di luar negeri.

”Lebih tragis dari Malaysia dan Jordania yang iklannya berupa selebaran penjualan langsung. Cara ’penjualan’ TKI di mal di Singapura ini nyaris mendekati perdagangan budak di zaman abad pertengahan,” kata Eva.

Indonesia menempatkan sedikitnya 6,5 juta orang bekerja di luar negeri. Sebagian besar dari mereka menjadi pekerja rumah tangga (PRT).

Sedikitnya 169.000 WNI berada di Singapura. Sebanyak 92.000 orang bekerja sebagai PRT, 14.000 orang bekerja sebagai pelaut, 16.000 orang jadi pekerja profesional, dan 21.000 orang bersekolah.

Iklan TKI di pusat perbelanjaan Bukit Timah, Singapura, ini sangat demonstratif. Agen memajang papan iklan berlampu neon di dinding dan menempel biodata TKI di kaca toko.

Eva mengatakan, agen pekerja asing menawarkan fasilitas pemotongan gaji selama enam bulan. Hal ini menyedihkan karena di Uni Emirat Arab saja ada larangan pemotongan gaji.

”Celakanya, cara ’menjual’ TKI dari Jawa yang demikian ini dilakukan oleh banyak agen pekerja asing di mal-mal di Singapura,” ujar Eva.

Eva mempertanyakan pengawasan terhadap agen pekerja asing di negara tujuan dan pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) di Indonesia. DPR mendesak Kementerian Luar Negeri memprotes perlakuan terhadap TKI di Singapura.

Bukan pertama kali

Penemuan iklan menjajakan TKI PRT di luar negeri bukan pertama kali. Dua pekan lalu, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menemukan selebaran mengobral TKI PRT dengan iming-iming diskon 40 persen di Chow Kit, Kuala Lumpur.

Polis Diraja Malaysia menangkap Rubini, nama orang yang tercantum di selebaran tersebut. Warga negara Malaysia keturunan India ini juga bekerja sama dengan warga negara Indonesia di Malaysia.

Analis kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan, hal ini menunjukkan mafia perdagangan manusia bebas berkeliaran. Pemerintah harus memprotes iklan-iklan memperdagangkan TKI melalui mekanisme ASEAN pekan depan.

Wahyu meminta pemerintah menelusuri keterkaitan mata rantai agen pemasang iklan dengan PPTKIS. Wahyu khawatir, TKI PRT yang dijajakan di ruang kaca adalah korban daur ulang yang diproses di Batam, Kepulauan Riau, lalu dikirim ke Singapura atau Malaysia.

Saat dikonfirmasi, Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Suhartono mengatakan, Atase Tenaga Kerja Singapura Endah menyampaikan bahwa TKI yang duduk di toko tidak dijajakan, tetapi sedang menunggu dijemput majikan. Staf Kedutaan Besar RI di Singapura sudah mengecek dan membekukan izin agen pekerja asing bernama Javamaids. (ham)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Cetak Rekening Koran BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri via Online

Cara Cetak Rekening Koran BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri via Online

Spend Smart
Daftar UMK Kota Surabaya 2024 dan 37 Daerah Lain di Jawa Timur

Daftar UMK Kota Surabaya 2024 dan 37 Daerah Lain di Jawa Timur

Whats New
Menhub Pastikan Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Penerbangan Haji 2024

Menhub Pastikan Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Penerbangan Haji 2024

Whats New
Kian Menguat, Harga Bitcoin Kembali Tembus 67.000 Dollar AS per Keping

Kian Menguat, Harga Bitcoin Kembali Tembus 67.000 Dollar AS per Keping

Whats New
Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Whats New
Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Earn Smart
Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Whats New
Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Whats New
Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com