Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemelut Daging Sapi

Kompas.com - 05/02/2013, 10:50 WIB

Oleh Toto Subandriyo

Kelangkaan dan terungkapnya kasus dugaan suap impor daging sapi baru-baru ini hanya sebagian dari cermin karut-marut politik pangan Indonesia.

Sebagai negara agraris dengan sumber daya alam melimpah, pemenuhan berbagai kebutuhan pangan, termasuk daging sapi, harus ditutup dari impor. Kelangkaan daging sapi yang membuat harga daging melonjak—tertinggi di dunia saat ini—dan dibiarkan berlarut-larut membuat berbagai pihak kelimpungan.

Pedagang daging sapi, penjual bakso, pengelola warung makan, dan ibu-ibu rumah tangga, semuanya menjerit. Para pedagang daging sapi di sejumlah daerah bahkan sempat mogok berjualan. Beberapa bulan lalu, masyarakat juga sempat dibuat waswas dengan kabar ditemukannya daging sapi yang dioplos dengan daging babi hutan untuk pembuatan bakso di Jakarta. Tingginya harga daging telah memicu tindakan aji mumpung, termasuk permainan impor. Masih jadi pertanyaan apakah swasembada yang ditargetkan tercapai 2014 akan kembali direvisi setelah pernah mengalami revisi dua kali pada 2007 dan 2010.

Unik

Dibanding negara lain, konsumsi daging sapi bangsa Indonesia masih sangat rendah, yakni 1,87 kilogram per kapita per tahun. Dari konsumsi yang rendah itu dibutuhkan 484.000 ton daging sapi per tahun. Jumlah itu 85 persen dipenuhi dari produksi domestik dan sisanya impor. Kondisi seperti ini, selain membuat lemah posisi tawar, juga membuka peluang bagi masuknya jenis penyakit ternak baru.

Menurut data sensus sapi dan kerbau yang dilakukan BPS pada 2011, saat ini jumlah sapi potong dan kerbau kita mencapai 14,8 juta ekor. Angka itu jauh lebih besar dari perkiraan sebelumnya 12,6 juta ekor. Lalu, mengapa gonjang-ganjing dan kelangkaan daging masih juga terjadi?

Paling tidak ada dua hal yang menjadi pangkal permasalahan. Pertama, data BPS tersebut dihimpun dari jutaan peternak yang tersebar di seluruh Tanah Air. Puluhan juta ekor sapi yang terdata berada di kandang para peternak kecil yang lokasinya tersebar di seluruh pelosok negeri. Semua itu bukan merupakan ternak yang sewaktu-waktu bisa dipotong dalam kondisi darurat kelangkaan daging (ready stock).

Kedua, secara sosiokultural, industri peternakan sapi rakyat negeri ini memiliki sifat unik. Khususnya di masyarakat Jawa, ternak sapi dan kerbau dianggap bukan komoditas. Mereka menyebut sapi dan kerbau peliharaannya dengan terminologi ”rojo koyo”. Secara harfiah, terminologi ini berarti tabungan. Mereka tidak akan menjual sapi atau kerbau meski harga jual di pasaran sedang tinggi, kecuali jika mereka terdesak kebutuhan keluarga yang tak ada sumber lain lagi untuk menutupnya.

Akurasi data

Agar target swasembada daging sapi 2014 dapat tercapai, upaya yang harus dilakukan adalah perombakan sistem manajemen dan produksi daging sapi. Swasembada daging sapi dan kerbau dimaksudkan untuk menyediakan daging sapi kerbau dalam negeri minimal 90 persen dari kebutuhan, serta maksimal 10 persen dipenuhi dari impor.

Langkah mendesak adalah pembenahan akurasi data jumlah ternak sapi dan kerbau yang dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan elastisitas kebutuhan daging. Sukses swasembada daging 2014 bergantung pada usaha pembibitan, industri feedlot dan penggemukan, industri rumah potong hewan, serta industri pengolahan berbasis daging sapi.

Saat ini masih banyak usaha ternak sapi potong belum menerapkan cara beternak yang efektif sehingga produktivitas dan reproduksinya belum maksimal. Melalui sentuhan teknologi budidaya, seperti inseminasi buatan dan teknologi transfer embrio yang intensif, serta dukungan kebijakan yang konsisten, program swasembada daging pasti dapat kita capai.

Keterlibatan swasta sangat dibutuhkan untuk mendukung program swasembada daging 2014. Hal itu antara lain melalui usaha impor sapi bakalan untuk digemukkan minimal 60 hari sebagai pendukung program tunda potong sapi jantan lokal dan pengurangan laju pemotongan betina produktif lokal. Perlu pula integrasi rumah potong hewan dengan produksi dan pengolahan daging agar diperoleh daging segar yang penuhi kaidah ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal).

Salah satu pelajaran dari kasus kelangkaan daging sapi sekarang ini adalah pentingnya diversifikasi pangan sumber protein hewani. Dari biaya produksi, daging sapi relatif lebih mahal dibandingkan sumber protein hewani lain. Dari kandungan gizi, kita punya banyak sumber protein hewani yang lebih murah dan berkualitas, seperti daging unggas, telur, ikan, serta ternak ruminansia lain seperti kambing. Indonesia pernah menyandang status eksportir sapi di 1970-an. (Toto Subandriyo, Anggota Dewan Pakar Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Kabupaten Tegal)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

    Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

    Whats New
    Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

    Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

    Whats New
    Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

    Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

    Whats New
    BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

    BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

    Work Smart
    Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

    Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

    Whats New
    Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

    Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

    Whats New
    Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

    Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

    Whats New
    Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

    Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

    Whats New
    Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

    Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

    Whats New
    Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

    Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

    Whats New
    Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

    Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

    Work Smart
    Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

    Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

    Whats New
    Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

    Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

    Whats New
    Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

    Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

    Whats New
    Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

    Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com