Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Mutual Menjadi PT, Munculkan Kontroversi

Kompas.com - 25/02/2013, 04:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR kini tengah dalam proses pembahasan RUU Perasuransian. Dalam pasal 6 RUU Usaha Perasuransian, tercatat bahwa Perusahaan perasuransian harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

Ini artinya, perusahaan asuransi yang berbentuk usaha bersama (mutual) seperti Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera harus menyesuaikan diri dengan ketentuan tersebut. Hal ini ternyata memunculkan kontroversi.

Pakar perasuransian Sapto Trilaksono menilai perubahan bentuk perusahaan yang berbadan hukum mutual menjadi PT akan mengguncang dunia perasuransian dan menghilangkan perusahaan asuransi nasional yang besar, kecuali mendapat pertolongan dari pemerintah.

"Perubahan status usaha dari bentuk mutual menjadi PT yang akan dilakukan terhadap AJB Bumiputera, dapat mengguncang dunia perasuransian dan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Perusahaan Asuransi Nasional akan berkurang," kata Direktur PT Katsir Imam Sapto Sejahtera Aktuaria tersebut, Minggu (24/2/2013).

Saat ini, lanjutnya, Indonesia hanya memiliki perusahaan asuransi mutual, yakni AJB Bumiputera 1912. Perubahan sistem itu membutuhkan tambahan modal yang besar.

"Keberadaan AJB Bumiputera adalah suatu kenyataan dan perlu dipertahankan, karena usia perusahaan itu sudah lebih dari 100 tahun dan telah terbukti tahan terhadap badai ekonomi yang pernah melanda Indonesia," ujarnya.

Menurut dia, perusahaan perasuransian dapat berbentuk PT, koperasi dan usaha bersama sebagaimana diamanatkan dalam UU No.2/1992 tentang Asuransi. Di negara lain seperti Kanada dan Jepang, perusahaan asuransi mutual merupakan hal yang umum.

Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, mempertanyakan alasan pemerintah yang mengusulkan agar usaha asuransi harus berbentuk perseroan terbatas (PT).

"Karena, sejauh ini sejauh ini UUD 1945 memperkenankan adanya usaha bersama (mutual) berdasarkan asas kekeluargaan. Pemerintah mengusulkan keberadaan usaha asuransi hanya berbentuk PT, sehingga usaha bersama dan koperasi hilang," ujar Harry A Azis.

Ia mengatakan berdasarkan UU Asuransi yang berlaku saat ini, perusahaan asuransi berbentuk mutual tidak bisa dibubarkan. "Ini yang membuat kami bertanya mengenai alasan yang mendasari pemerintah untuk menghilangkan mutual dan koperasi," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bidang keuangan nonbank Firdaus Djaelani mengatakan Bentuk usaha mutual Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 tetap atau tidak akan dihapus.

"Kendati RUU tersebut nantinya disahkan, tidak otomatis AJB Bumiputera harus berhenti beroperasi atau harus mengubah badan hukumnya menjadi PT," ujar Firdaus Djaelani.

Dalam Pasal 65 RUU Perasuransian, kata dia, disebutkan bahwa asuransi yang tidak berbadan hukum PT masih dapat beroperasi. Tidak harus langsung berubah menjadi PT. Jadi ada pasal peralihan.

Namun, ia memahami mengapa Pemerintah sebagai inisiator RUU ini membatasi badan hukum asuransi hanya PT saja. "Sejak adanya UU Asuransi No 2 tahun 1992 sampai sekarang, belum ada lahir satu pun perusahaan asuransi yang berbadan hukum mutual," kata dia.

Hal itu disebabkan karena memang cukup sulit bagi sebuah usaha bersama (mutual) untuk mendirikan perusahaan asuransi baru. "Mutual itu kan sederhananya seperti arisan. Kumpul tiga orang, lalu mereka mendirikan usaha bersama. Persyaratan modal tidak dipentingkan. Padahal, untuk mendirikan perusahaan asuransi baru, minimal harus mempunyai modal Rp 100 miliar," kata dia.

Perkembangan asuransi dunia pun menunjukkan, usaha asuransi yang berbentuk usaha bersama semakin lama jumlahnya semakin sedikit karena ada kecenderungan mereka merger, atau mengalami demutualisasi.

Selain itu, kata Firdaus, dalam badan usaha berbentuk usaha bersama, nasabah pemegang polis sekaligus juga sebagai pemegang saham usaha bersama tersebut.

"Jadi apabila untung, pemegang polis juga menerima dividen. Namun, sebaliknya, jika badan usaha itu mengalami kerugian, pemegang polis juga harus turut menanggung kerugian. Nah, ini yang sering menjadi persoalan. Apakah hal itu dijalankan, apakah pemegang polis mau menderita kerugian," ujarnya.

Perlu Reasuransi BUMN

Pakar Perasuransian, Abduh Sudiyanto, mengatakan DPR dan Pemerintah sebaiknya kembali mengoperasikan perusahaan reasuransi BUMN yakni PT Reasuransi Umum Indonesia. Ini bertujuan untuk menjaga potensi terjadinya outflow dari industri asuransi di Indonesia.

"Perusahaan reasuransi yang dulu harus dihidupkan kembali karena itu sebagai penjaga uang kita keluar dan sekaligus penghasil devisa dari luar," ujar Abduh Sudiyanto.

Menurut dia, salah satu negara yang dapat menjadi contoh dalam usaha peransuransian adalah Inggris. Inggris memanfaatkan industri asuransinya sebagai sarana untuk memperoleh pendapatan negara. Sehingga, memiliki pendapatan yang tidak tampak dari premi-premi seluruh dunia yang masuk ke negara tersebut. "Pendapatan Inggris begitu besar sekali dari premi yang masuk," ujar dia.

Artinya, keberadaan industri asuransi membutuhkan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) dari pemerintah untuk mengoperasikan kembali PT Reasuransi Umum Indonesia. Kalau bisa, Indonesia bisa mendapatkan dana yang masuk dari luar.

Sementara itu, Presiden Direktur Maipark, Frans Sahusilawane mengatakan, pada tahun 1954, Indonesia mendapatkan pendapatan negara yang 60 persen berasal dari kegiatan asuransi dengan keberadaan perusahaan reasuransi.

Pendapatan perusahaan reasuransi tersebut berasal dari berbagai negara termasuk Rusia, Rumania, Yugoslavia hingga Argentina. Perusahaan yang dimaksud adalah PT Reasuransi Umum Indonesia.

Ia menilai, PT Reasuransi Umum Indonesia berhenti beroperasi karena beberapa kelemahan. Salah satunya adalah kurangnya pengetahuan terhadap usaha reasuransi sehingga perusahaan tersebut beroperasi dengan nominal rupiah. Akibatnya, rupiah mengalami depresiasi.

"Secara teknik, rupiah lemah saat itu dan terus terdepresiasi terus nilai neracanya sehingga, dalam takaran internasional rupiah makin mengecil terus," kata Frans Sahusilawane.

Lalu, perusahaan tersebut membentuk sebuah perusahaan reasuransi, yang dikenal dengan PT Reasuransi Internasional Indonesia (Reindo). Meskipun baru, saat ini Reindo berkembang baik dan menjadi terbesar di Indonesia. Ini merupakan 100 persen anak perusahaan BUMN yang run-off.

Menurut dia, saat ini Indonesia dinilai sudah sangat memungkinkan untuk kembali membentuk perusahaan reasuransi dengan menggunakan RUU Usaha Peransurasian sebagai payung hukumnya. Apalagi, saat ini rupiah relatif stabil terhadap mata uang internasional. "Jadi, base neraca kita tidak akan tergerus, kemudian pengetahun kita terkait industri asuransi sudah lumayan bagus," kata dia.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Kornelius Simanjuntak mengatakan, industri asuransi membutuhkan dana sekitar Rp 3 triliun hingga Rp 4 triliun untuk membentuk perusahaan BUMN reasuransi bermodal besar.

"Industri asuransi membutuhkan dana besar untuk membentuk perusahaan reasuransi. Berikan saja Rp 3 triliuan atau Rp 2 triliun, maka industri asuransi kita sudah mantap. Jadi, semua risiko sudah bisa kita tahan," kata Kornelius Simanjuntak.

Menurut Kornelius, saat ini Indonesia sudah sangat membutuhkan sebuah perusahaan asuransi yang besar untuk dapat menahan risiko yang muncul dari usaha asuransi.

"Kita perlu perusahaan reasuransi raksasa, supaya kita tidak ke luar negeri dan mampu berkerja dengan mengandalkan kemampuan di dalam negeri," ujarnya.

Pada dasarnya, lanjut Kornelius, konsep membentuk perusahaan reasuransi sudah dimunculkan oleh sejumlah asosiasi asuransi beberapa tahun silam.

"Sebenarnya konsep ini sudah ada di masa Pak Sofyan Djalil, Menteri Negara BUMN, yang menjabat pada periode 2007-2009. Tapi, kenapa pemerintah tidak juga mau menyetujui sampai sekarang?," ujarnya.

Menurut dia, selama ini tampaknya pemerintah tidak memberikan dukungan terhadap industri asuransi untuk membentuk perusahaan reasuransi.

Porsi Permodalan

Porsi permodalan dalam RUU Perasuransian, ditetapkan asing boleh memiliki asuransi di Indonesia hingga sebanyak 80 persen, sedangkan investor lokal sebesar 20 persen. Kornelius menyatakan kesetujuannya pada porsi investasi asing maksimal 80 persen dan lokal 20 persen.

Ia berharap UU Asuransi yang baru bisa memberikan kesempatan pada investor lokal untuk mempertahankan porsi tadi dan melindungi investor lokal dalam hal permodalan industri asuransi.

"Kalau bisa dipertahankan sebanyak 20 persen untuk investor lokal saja sebenarnya sudah sangat bagus, meskipun memang sulit. Misalnya saja Rp 100 miliar, itu kan 80 persen asing dan 20 persen lokal. Nah, kalau dana modalnya Rp1 triliun, lalu lokal tidak kuat, maka 80 persennya itu kan asing. Sementara lokal hanya Rp 20 miliar. Artinya, lokal itu cuma berapa persen," katanya.

Menurut dia, susah membatasi investor asing masuk ke Indonesia. Karena, industri asuransi akan kesulitan mendapatkan suntikan modal ketika mereka membutuhkan dana. Sementara asuransi tidak bisa mendapatkan dana tersebut dari investor lokal.

"Kita berharap memang tiap industri asuransi yang ingin meningkatkan modal bisa mendahulukan investor lokal. Bila sudah tidak ada lagi baru ke investor asing," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com