Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RPH Menolak Sapi Lokal?

Kompas.com - 28/02/2013, 08:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Tuding-menuding dan saling menyalahkan terjadi atas lonjakan harga daging sapi di pasar dalam negeri, terutama di Jabodetabek. Jika konsumen dan pengusaha ritel mengatakan kenaikan harga karena adanya pemangkasan impor, pemerintah mengatakan penyebabnya adalah harga sapi bakalan yang sudah tinggi dan adanya penolakan RPH di DKI Jakarta untuk memotong sapi-sapi lokal dari sentra produksi.

Pemangkasan kuota impor daging sapi, baik langsung maupun tidak langsung, telah membuat harga daging sapi meroket. Namun di sisi lain, kebijakan itu membuat peternak sapi bergairah.

Hal itu seperti diungkapkan Eko Dodi Pramono, anggota kelompok tani ternak Bangun Rejo di Bawen, Jawa Tengah; dan Ngaliman Reso Sudarmo, anggota kelompok ternak sapi Sari Andhini Group di Yogyakarta. Menurut Ngaliman, harga daging sapi yang tinggi membuat peternak mampu menambah jumlah sapinya.

Jika dahulu satu peternak hanya memiliki 3 hingga 5 sapi, maka saat ini mereka bisa memiliki 10 hingga 15 sapi. "Harga di rumah pemotongan hewan (RPH) mencapai Rp 31.000 per kg. Harga daging di pasar normal Rp 70.000 kg hingga Rp 80.000 per kg, tergantung kualitas daging," kata Ngaliman.

Hanya, alasan menaikkan pendapatan peternak tidak cukup menjelaskan mengapa pemerintah mengambil kebijakan pemangkasan kuota impor. Sebab, yang dirasakan konsumen saat ini adalah kenaikan harga daging sapi di luar batas kewajaran, bahkan di atas Rp 100.000 per kg.

Soal tingginya harga daging sapi, terutama DKI Jakarta dan sekitarnya, Syukur Iwantoro, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, punya analisis sendiri. Menurutnya, ada dua penyebab mengapa hal itu terjadi.

Pertama, tingginya harga daging sapi bakalan impor yang mencapai kisaran 3,05 dollar AS per kg  bobot hidup sehingga di kandang feedloter harganya menjadi Rp 32.000 per kg bobot hidup. Setelah digemukkan, sapi dijual ke RPH sebesar Rp 35.000 per kg bobot hidup. "Karena itulah harga daging di lapangan bisa mencapai Rp  90.000 per kg," katanya. Terlebih lagi, di DKI Jakarta, 70 persen pasokan daging sapi berasal dari bakalan impor.

Kedua, Syukur menuding ada banyak RPH di Jabodetabek yang menolak sapi lokal sehingga sapi lokal dari sentra produksi sulit masuk ke DKI Jakarta. "Bukan sapi lokal yang tidak ada," katanya. Mana yang benar, masih menjadi teka-teki. Menurut Syukur, pemerintah sedang melakukan penyelidikan terkait diskriminasi sapi potong di beberapa RPH.

Namun, sumber KONTAN yang menjadi distributor daging sapi di Jakarta menolak tudingan itu.  "RPH kekurangan pekerjaan. Ada penurunan pasokan 70 persen. Jadi, mengapa menolak?" katanya. Walau populasi sapi di daerah banyak, mendapatkannya susah karena petani hanya menjual kalau butuh uang.

Yang pasti, kebutuhan konsumsi daging di Jabodetabek memang tinggi, mencapai 7,3 kg per kapita per tahun. Ini lebih tinggi dari rata-rata nasional 2,2 kg per kapita per tahun. Karena itu, peluang bisnis ini memang masih lebar. (Fitri Nur Arifenie, Uji Agung Santosa/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Whats New
Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

Whats New
Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Whats New
Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com