Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sunarto, Petani Sawit

Kompas.com - 28/04/2013, 17:00 WIB
Roderick Adrian Mozes

Penulis

KOMPAS.com - Memimpikan kehidupan yang lebih baik. Itulah yang membuat Sunarto (59) memboyong keluarganya ke Desa Buatan, Kabupaten Siak, Riau, dengan ikut program transmigrasi pada 1991. Sampai di sana dia bekerja sebagai petani kelapa sawit.

"Tiga tahun pertama adalah masa-masa sulit. Saya diupah Rp 1.500 per hari, dengan perhitungan kerja selama 20 hari maka sebulan saya hanya mendapatkan Rp 30.000. Setelah tiga tahun kerja saya mendapatkan kompensasi lahan kelapa sawit seluas 2 hektar dari pemerintah untuk saya kelola", kata Sunarto, Rabu (17/4/2013).

Lahan seluas dua hektar pun bukan diberikan gratis, karena Sunarto harus melunasi pinjaman sebesar Rp 9,7 juta. Setelah melunasi dalam waktu kurang lebih 5 tahun, Sunarto mulai merasakan manis jerih payahnya dari bertani Sawit.

Krisis moneter 1997 justru menjadi masa-masa indah bagi Sunarto dan puluhan petani sawit. Harga sawit melonjak di kisaran Rp 500-700. Dari situlah dia bisa membeli motor dan membangun rumah.

"Dari dua hektar lahan, saya bisa mendapatkan untung Rp 3 juta per bulannya. Sekarang saya memiliki sekitar 12 hektar lahan kelapa sawit, berati tiap bulannya saya dapat Rp 18 juta," kata Sunarto yang kini menjadi ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Bhirawa Bakti.

Sunarto merupakan salah satu petani kelapa sawit di kebun plasma yang dinaungi oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit Asian Agri. Tercatat ada 10.928 hektar kebun plasma kelapa sawit yang dikelola oleh 3.997 petani yang bernaung di 12 KUD.

Untuk tetap menjaga kualitas kelapa sawit petani kebun plasma dibina langsung oleh Asian Agri. Pasokan bibit dan pupuk disediakan. Lalu hasil panen dibeli oleh Asian Agri untuk diolah.

Pada 2005, seluruh KUD di Buatan telah mendapatkan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Untuk mendapatkan sertifikasi ini para petani mendapatkan penyuluhan mengenai standar bertani kelapa sawit yang ramah lingkungan.

"Kalau dulu kita sering membakar batang kering, sekarang dengan adanya RSPO kita tidak membakar lagi. Selain itu menjadi lebih tertib dalam berkebun mulai dari cara pemupukan, penggunaan alat keselamatan cara memanen, semua menggunakan standar RSPO," kata Sunarto.

Sertifikasi ini diakui para petani membuat produktivitas kelapa sawit mereka meningkat dan memudahkan mereka untuk menjual hasil kebunnya ke negara yang menerapkan RSPO sebagai salah satu syarat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com