WASHINGTON, SENIN -
Lawatan itu sekaligus juga menyimbolkan semakin membaiknya hubungan di antara kedua negara. Amerika Serikat (AS) semakin menunjukkan dukungannya terhadap proses reformasi di Myanmar.
Thein Sein, orang kuat di masa rezim militer itu, dijadwalkan bertemu Presiden AS Barrack Obama, Senin (20/5). Thein sekaligus juga akan mencoba menarik sebanyak mungkin kalangan pebisnis AS agar mau berinvestasi di Myanmar.
Meski demikian, penerimaan Obama terhadap Thein kali ini mengundang sejumlah kritik tajam dari banyak kalangan. Pengkritik menilai pemerintahan Obama terlalu dini menunjukkan penerimaannya, sementara Myanmar sendiri dinilai masih banyak memiliki masalah.
Beberapa persoalan yang menonjol antara lain terkait isu penegakan hak asasi manusia, seperti terkait konflik sektarian dan diskriminasi terhadap warga minoritas, seperti Rohingya.
Walau demikian, di sisi lain, pemerintahan Presiden Thein juga dinilai menunjukkan sejumlah kemajuan, terutama terkait janjinya untuk berkomitmen pada upaya reformasi.
Salah satu langkah yang dipuji adalah pembebasan para tahanan politik negeri itu, termasuk pada awalnya tokoh oposisi prodemokrasi, Aung San Suu Kyi, beserta para pengikutnya.
Selain itu, pemerintahan baru Myanmar diyakini juga melakukan langkah terobosan dengan mengizinkan rakyat Myanmar, terutama para buruh, berorganisasi, bahkan menggelar aksi unjuk rasa.
Tidak cuma itu, pemerintahan Thein juga telah memperlunak kebijakan sensor mereka terhadap pemberitaan media massa.
Berbicara di kantor stasiun radio Voice of America, Minggu (19/5), Thein mengaku akan menjelaskan kepada Obama tentang proses reformasi di negerinya yang berjalan lancar.
Selain itu, Thein juga mengaku akan meminta Obama mencabut seluruh kebijakan sanksi ekonomi, yang diterapkan AS ke Myanmar. ”Untuk mereformasi politik, kami juga membutuhkan pembangunan ekonomi,” ujarnya.
Lebih lanjut, saat ditanya soal keberadaan ”jatah” kursi militer di parlemen negeri itu, Thein bergeming dan menyebut militer punya andil dalam memerdekakan negerinya.
”Anda tak dapat menyangkal keberadaan mereka dalam politik. Mereka (militer) adalah kekuatan pertahanan,” ujar Thein.
Myanmar diketahui juga akan menggelar pemilihan umum pada tahun 2015, yang diyakini bakal menjadi titik kritis perkembangan reformasi di negeri itu.