Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Bantah Indonesia Masuk "Blacklist" Pencucian Uang

Kompas.com - 26/08/2013, 11:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membantah Indonesia masuk blakclist atau daftar hitam negara/juridiksi pencucian uang. Wakil Kepala PPATK Agus Santoso menegaskan istilah blakclist atau daftar hitam negara/juridiksi pencucian uang tidak dikenal dalam dokumen resmi Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering. FATF, sebutnya, menempatkan Indonesia dalam kategori FATF Public Statement.  Hal ini disampaikan PPATK terkait berita Dianggap Kurang Tanggap, RI masih Masuk Blacklist Pencucian Uang.

"Penempatan Indonesia dalam kategori FATF Public Statement bukan karena tanggapnya Indonesia dalam implementasi pencegahan dan pemberantasan tidak pidana pencucian uang, tetapi karena Indonesia dinilai masih memiliki defisiensi/kekurangan dalam pemenuhan rekomendasi khusus FATF mengenai upaya pemberantasan pendanaan terorisme, khususnya implementasi ketentuan freezing without delay atau pembekuan seketika terhadap aset orang atau entitas yang namanya tercantum dalam resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1267," papar Agus dalam surat tanggapannya kepada Kompas.com.

Ia menyebutkan, pernyataan Head of Compliance for Actimize Europe Trevor Barrit bahwa masih masuknya Indonesia dalam daftar hitam tersebut bisa membuat pihak asing susah masuk Indonesia karena reputasi buruk itu berpotensi menyesatkan masyarakat. "Seolah-olah Indonesia tidak memiliki komitmen dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang," tegasnya.

Faktanya, lanjut dia, Indonesia terus memperkuat instrumen hukum terkait upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. "Hal ini dibuktikan dengan penerapan Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam berbagai kasus yang mengemuka di masyarakat," tambahnya.

Agus menegaskan, Industri perbankan dan non-bank Indonesia sudah mematuhi dan menerapkan seluruh rekomendasi FATF terkait pencucian uang antara lain dengan diterapkannya ketentuan yang mewajibkan Penyedia Jasa Keuangan (PKJ) melakukan Know Your Costumer/KYC alias Prinsip Mengenali Pengguna Jasa, kemudian melaporkan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan tunai di atas Rp 500 juta, serta ketentuan baru yang mewajibkan PJK melaporkan transfer dana dari dan keluar wilayah Indonesia tanpa batas nilai, dan menyerahkan Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan PPATK kepada penyidik.

Agus mengklaim, UU TPPU bahkan sudah lebih maju dibandingkan negara-negara lain dengan memberikan kewenangan kepada PJK untuk melakukan penundaan transaksi atas inisiatif sendiri. "Kewenangan seperti ini tidak dimiliki oleh negara lain dalam peraturan perundang-undangannya," ucap Agus.

Sementara terkait defisiensi dalam pemenuhan rekomendasi khusus FATF mengenai pendanaan terorisme, Agus menyebutkan, Indonesia telah mengesahkan UU No 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tanggal 13 Maret 2013.

"UU ini dengan tegas mengkriminalisasi perbuatan pendanaan terorisme yang meliputi perbuatan menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud digunakan seluruhnya atau sebagian untuk melakukan tindak pidana terorisme, organisasi teroris, atau teroris individu," demikian Wakil Ketua PPATK Agus Santoso.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Spend Smart
Apa Itu 'Cut-Off Time' pada Investasi Reksadana?

Apa Itu "Cut-Off Time" pada Investasi Reksadana?

Earn Smart
Mengenal Apa Itu 'Skimming' dan Cara Menghindarinya

Mengenal Apa Itu "Skimming" dan Cara Menghindarinya

Earn Smart
BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

Whats New
Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Whats New
CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

Whats New
Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Earn Smart
HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com