Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Julmansyah, Panen Lestari Madu Sumbawa

Kompas.com - 08/10/2013, 10:38 WIB
Oleh:

Dedikasinya bisa dikatakan besar bagi madu Sumbawa, termasuk kesejahteraan petaninya. Madu Sumbawa atau madu hutan dari sarang lebah ”Apis dorsata” merupakan hasil hutan selain kayu yang harus dijaga dan dikembangkan. Salah satu caranya dengan menyadarkan petani untuk mengubah perilaku demi menghasilkan madu berkualitas tinggi.

Bagi Julmansyah, tiada kegiatan yang lebih menyenangkan selain menyusuri kawasan sekitar hutan, khususnya Hutan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Jalanan berliku dengan pepohonan rapat di kiri-kanan mampu menjaga semangat lelaki asli Sumbawa ini.

Tugasnya sebagai pegawai negeri sipil di Kabupaten Sumbawa, dengan jabatan Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Batulanteh, membuat Julmansyah sering berkeliling di sekitar hutan. Ini termasuk ke Desa Batudulang, Kecamatan Batulanteh.

Di desa itu, ia kerap bertukar pikiran dengan para petani yang pekerjaan utamanya bercocok tanam padi dan berkebun kopi. Di sela-sela masa merawat kebun dan padi, atau sekitar bulan Agustus-Oktober, petani berburu madu di hutan.

Madu hutan bukan berasal dari hasil lebah yang diternakkan. Madu ini hanya bisa ditemukan di hutan, hasil alami lebah yang membuat sarang di pohon boan.

Setidaknya, ada 12 kelompok petani madu di Kecamatan Batulanteh dengan anggota sekitar 1.000 orang. Mereka tinggal di desa-desa yang berbatasan dengan Hutan Batulanteh.

Sejak tahun 2005, Julmansyah bergabung dengan Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS), bagian dari Jaringan Madu Hutan Indonesia. Sebagai fasilitator JMHS, ia mengajak petani madu meningkatkan kualitas madu hutan Sumbawa.

”Sebelum ada JMHS, madu hutan Sumbawa diproses dengan peras tangan. Sarang madu diperas begitu saja dengan tangan sehingga tak higienis,” katanya.

Risiko lain, ada anak lebah di sarang terbawa ke dalam madu yang akan dipasarkan itu. Akibat madu yang kurang bersih, unsur-unsur lain dalam madu dapat mengalami fermentasi saat disimpan selama beberapa waktu.

Ditambah kadar air yang tinggi, lebih dari 22 persen, madu menjadi cepat menghasilkan gas. Idealnya, kadar air madu hutan sekitar 19 persen. Dengan kadar air sebesar itu, madu tak cepat menghasilkan gas saat dibiarkan.

Lebih bening

Petani diajaknya tidak lagi menggunakan peras tangan, tetapi meniriskan sarang madu. Sarang madu ditempatkan pada wadah sehingga madu menetes dari sarang tersebut. Perlu waktu setidaknya tiga jam untuk meniriskan sarang madu. Namun, hasilnya sebanding. Madu lebih bening dan bersih, kadar air pun lebih rendah. Harga jualnya juga lebih tinggi.

Sebelum mengenal sistem madu tiris, harga madu di tingkat petani sekitar Rp 12.000 per botol ukuran 680 mililiter. Kini harganya sekitar Rp 55.000 per botol.

JMHS juga menjembatani petani dengan pembeli. Sebagian besar madu dijual secara eceran di Rumah Madu Sumbawa, sedangkan sebagian lain dibeli secara tetap oleh sebuah perusahaan.

Selain nilai jualnya lebih tinggi karena dikelola dengan lebih higienis, kemasan madu yang dijual eceran juga diperbaiki. Setidaknya, ada kemasan plastik sedang dan besar, botol selai, serta botol kaca kecil. Dengan kemasan lebih modern, madu hutan Sumbawa siap bersaing dengan madu hutan lain.

Banyak cara yang dilakukan JMHS untuk mengajak petani menghasilkan madu yang lebih berkualitas, di antaranya melalui pelatihan. Intinya, petani diajarkan melakukan hal yang lebih baik demi kesejahteraan mereka sendiri. ”Kami menyebutnya panen lestari sistem tiris,” ujar Julmansyah.

Panen lestari adalah panen madu dengan tetap menjaga kelestarian madu hutan Sumbawa. Jangan dibayangkan sarang lebah madu itu sebesar cangkir atau panci. Sarang lebah madu di hutan Sumbawa bisa sebesar daun pintu rumah.

Dulu, petani mengambil semua sarang lebah madu yang ditemukan di hutan. Padahal, di sarang itu masih ada anak lebah dan mati akibat sarangnya dihancurkan. Panen menjadi tak lestari karena kesempatan anak lebah untuk melanjutkan lingkaran hidup membuat sarang pun hilang.

Dengan konsep panen lestari, petani hanya memotong bagian ujung sarang lebah yang mengandung madu. Sekitar 15 hari kemudian, petani kembali ke hutan untuk mengambil ujung lain sarang lebah. Berikutnya, bagian bawah sarang juga bisa diambil sekitar 15 hari kemudian.

”Jadi, satu sarang bisa untuk tiga kali panen,” ucap Julmansyah. Dalam setahun, produksi madu hutan Sumbawa yang difasilitasi JMHS sekitar 20 ton.

Menjaga hutan

Luas hutan di Sumbawa yang sekitar 500.000 hektar menjadi sumber pakan lebah. Selama hutan ada, lebah pun tetap ada. Untuk itu, hutan harus dijaga keberadaannya.

Hutan di Sumbawa dengan beragam pohon di dalamnya secara tak langsung membuat madu Sumbawa kaya rasa. Bisa jadi hal itu karena lebah di hutan Sumbawa mencicip aneka rupa bunga di hutan.

Ajakan untuk menjaga hutan juga dilakukan Julmansyah terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Idenya adalah memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, salah satunya madu.

Dengan menjaga hutan, antara lain Hutan Batulanteh, sumber air Sumbawa pun terjaga. Seperti tertulis dalam bukunya, Madu Hutan, Menekan Deforestasi, Julmansyah mengajak masyarakat di sekitar hutan mengelola daerah aliran sungai. Basisnya melalui pertanian lebah madu.

”Hutan menyediakan pakan lebah. Oleh karena itu, hutan harus selalu kita jaga agar lebah madu tetap ada. Dengan menjaga hutan, sumber air pun turut terjaga,” katanya.

Kesediaannya berbincang dan berbagi pengetahuan dengan masyarakat sekitar Hutan Batulanteh membuat Julmansyah akrab dengan mereka. Saat kami datang ke Pondok Madu Rakyat di Desa Batudulang, Julmansyah pun disapa akrab oleh warga sekitar. Kehadirannya tak asing bagi petani di desa itu.

Di tengah tugasnya mengelola hutan, Julmansyah masih punya mimpi mengajak petani Batudulang lebih berdaya. Setelah mengajak petani memanen sarang lebah madu dengan benar, ia bersama JMHS pun ingin memperkenalkan peluang untuk memanfaatkan madu dalam bentuk lain. Di antaranya mengajak pihak lain memberikan pelatihan bagi para ibu di Desa Batudulang untuk membuat lilin dari bahan baku sisa sarang lebah madu yang sudah ditiriskan. Ia juga berharap warga bisa mendapatkan pelatihan membuat sabun madu tanpa detergen.

Julmansyah ingin suatu saat nanti Desa Batudulang menjadi desa wisata madu di Sumbawa. Bahkan, jika memungkinkan, kawasan itu ditetapkan sebagai sentra madu hutan Indonesia. Dengan cara tersebut, madu Sumbawa tetap terjaga kelestariannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com