Sejumlah warga yang selamat dari hantaman gelombang setelah berhasil menaiki kapal tersebut menjadi bukti sejarah. Kini, kapal itu dijadikan monumen dan salah satu lokasi wisata tsunami oleh Pemerintah Kota Banda Aceh.
Sebelum tsunami, kapal itu memang diparkir oleh pemiliknya di dermaga Pelabuhan Lampulo karena sedang rusak. Hal ini dituturkan Fauziah (45), salah seorang warga Lampulo yang selamat setelah berhasil naik ke dalam kapal itu.
Kepada Kompas.com, Fauziah mengaku bisa selamat bersama lima anaknya di dalam kapal, setelah sebelumnya sempat mencoba mengungsi ke dalam rumah tetangga yang berlantai dua. Saat gelombang tsunami datang, kapal itu hanyut dan menyangkut di rumah tersebut.
"Saya langsung membongkar seng atap rumah yang tersangkut kapal itu. Hanya muat badan saja. Langsung naik ke dalam kapal itu sehingga saya dan kelima anak saya selamat di atas kapal saat itu. Di atas kapal itu juga ada sekitar 50 orang, sedangkan suami saya hilang diterjang gelombang tsunami karena setelah gempa dia pergi ke pasar," kata Fauziah.
Trauma dan duka yang mendalam akibat musibah guncangan gempa dan gelombang tsunami dirasakan Fauziah karena ia harus rela kehilangan suami dan seluruh harta bendanya. Namun setahun pasca-tsunami, Fauziah pun perlahan bangkit untuk memulai awal hidup barunya karena ia memiliki tanggung jawab untuk membesarkan dan menyekolahkan kelima anaknya yang selamat dari musibah gempa dan tsunami.
Ia mengaku mulai aktif untuk mengikuti berbagai pelatihan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang datang ke Aceh karena sebelumnya Fauziah juga punya usaha kue kering kecil-kecilan.
"Saat saya tinggal di pengungsian, saya mulai berpikir apa yang bisa saya lalukan untuk menghasilkan uang. Saat itu, saya buat kue kering untuk dijual. Apa saja yang bisa, saya lakukanlah. Yang penting menghasilkan," kata dia.
Bermodal uang Rp 500.000 dan pengalaman yang dia dapatkan dari berbagai pelatihan industri rumahan, Fauziah memulai usaha pengolahan ikan kayu (salah satu makanan khas orang Aceh) atau dalam bahasa Aceh disebut ikan kemamah.
"Karena saya tinggal dekat laut, jadi harga ikan murah. Makanya saya buka usaha pengolahan ikan kayu. Selain itu, ikan kayu juga salah satu makanan khas orang Aceh," katanya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.