"Tidak berkaitan langsung dengan subsidi. Lifting turun akan mengurangi penerimaan dari sisi migas. Itu berefek langsung ke APBN," kata Askolani di kantor Kementerian Keuangan, Jumat (7/2/2014).
Askolani memprediksi, apabila terjadi penurunan lifting minyak sebanyak 10.000 barrel, maka penerimaan negara akan berkurang setidaknya Rp 2 triliun hingga Rp 3 triliun. Asumsi ini, kata dia, menggunakan asumsi cost recovery, Indonesian crude price (ICP/harga minyak mentah Indonesia), dan kurs rupiah tak terdepresiasi.
Askolani menyatakan, informasi awal yang diterima adalah target lifting minyak sebesar 870.000 barrel per hari. Akan tetapi, target tersebut akan dikoreksi turun menjadi 804 barrel per hari lantaran beberapa faktor. Pertama, belum beroperasinya Blok Cepu.
"Waktu 870 (barrel per hari) kita berasumsi Cepu sudah ada. Tapi review di awal 2014 ini Cepu belum bisa menghasilkan di 2014, kemungkinan 2015. Dalam 870 barrel itu ada (angka target) untuk Cepu," papar dia.
Faktor kedua, kata Askolani, adalah faktor cuaca dan fenomena alam. "Kemungkinan shortfall ini juga karena kondisi alam juga. Ombak yang tinggi juga mempengaruhi sehingga angka awal yang di-propose SKK Migas akan kita bicarakan di APBN-P," jelas Askolani.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.