Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Soal Rekening Nasabah, Masalahnya di Ditjen Pajak

Kompas.com - 18/03/2014, 16:24 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik keterbukaan akses data perbankan untuk tujuan perpajakan sebetulnya bukan barang baru di dunia perbankan.

"Jadi ketika Ditjen Pajak berkeluh kesah enggak bisa akses di luar tiga hal (kewenangannya), kalau kita lihat konteks internasional (perpajakan) kita ketinggalan," kata Managing Director Danny Darussalam Tax Center, Darussalam, Selasa (18/3/2014).

Dalam diskusi bertajuk "Kerahasiaan Data Nasabah Vs Tax Ratio" di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Darussalam memaparkan, aspek kerahasiaan bank untuk tujuan perpajakan domestik sedianya telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan perbankan atau melalui peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 41 ayat (1) Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan menyebutkan bahwa untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia (BI) atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.  Untuk diketahui ketentuan ini telah beralih kewenangannya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 69 ayat (2) UU No.21 tahun 2011 tentang OJK.

Lebih lanjut dia menyebutkan, ketentuan serupa juga termaktub dalam pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Dalam ketentuan tersebut ada tiga hal yang bisa diakses pajak dari data nasabah. Pertama, terkait pemeriksaan pajak. Kedua, penagihan pajak, dan ketiga, penyidikan pajak.

"Nah kenapa isu melebar, Ditjen Pajak ingin semuanya dibuka? Ada kekhawatiran (DJP) dalam amandemen UU Perbankan, DPR mempersempit pintu masuk Pasal 41 ayat (1)," terang Darussalam.

Senior advisor Pusat Telah Informasi Regional (PATTIRO), Alamsyah Saragih memandang, UU perpajakan Indonesia sudah sangat ketinggalan jaman. Sementara ada kekhawatiran amandemen UU Perbankan bakal menyempitkan kewenangan otoritas pajak, kebijakan perpajakan sendiri belum diubah sehingga bisa memberikan kewenangan keempat pada Ditjen Pajak.

"Enggak pede revisi UU Perpajakan. Satunya, ragu-ragu menyempitkan. Padahal cukup dibuka di UU Perpajakan saja," ujarnya.

Senada dengan Darussalam, Alam menilai, tax ratio pajak di Indonesia yang hingga saat ini masih bergeming di 12 persen adalah karena ketidakmampuan Kementerian Keuangan sendiri untuk membuat kebijakan yang bisa memberikan kewenangan lebih ke Ditjen Pajak.

"Masalahnya ada di Ditjen Pajak sendiri. Kita harus bergeser dari revisi UU Perbankan, ke revisi UU Perpajakan," kata Alam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apakah DANA Bisa Tarik Tunai? Bisa Pakai 5 Cara Ini

Apakah DANA Bisa Tarik Tunai? Bisa Pakai 5 Cara Ini

Whats New
OJK Terbitkan Aturan 'Short Selling', Simak 8 Pokok Pengaturannya

OJK Terbitkan Aturan "Short Selling", Simak 8 Pokok Pengaturannya

Whats New
2 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu Mandiri di ATM Pakai HP

2 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu Mandiri di ATM Pakai HP

Earn Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BCA Modal HP

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BCA Modal HP

Spend Smart
Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap di Atas 5 Persen

Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap di Atas 5 Persen

Whats New
Pada Pertemuan Bilateral di Kementan, Indonesia dan Ukraina Sepakati Kerja Sama Bidang Pertanian

Pada Pertemuan Bilateral di Kementan, Indonesia dan Ukraina Sepakati Kerja Sama Bidang Pertanian

Whats New
Semakin Mudah dan Praktis, Bayar PKB dan Iuran Wajib Kini Bisa lewat Bank Mandiri

Semakin Mudah dan Praktis, Bayar PKB dan Iuran Wajib Kini Bisa lewat Bank Mandiri

Whats New
Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Sistem Keuangan RI Masih dalam Kondisi Terjaga

Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Sistem Keuangan RI Masih dalam Kondisi Terjaga

Whats New
Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintah Anda

Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang "Toxic" ke Dalam Pemerintah Anda

Whats New
Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke 'Jastiper'

Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke "Jastiper"

Whats New
Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Rilis
Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Whats New
Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Whats New
Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi 'Trading'

Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi "Trading"

Earn Smart
Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com