Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Investor Asing Pusing Hadapi Isu Nasionalisme yang Diusung Para Capres

Kompas.com - 06/06/2014, 16:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Jelang hajatan Pemilu 9 Juli, dua pasangan calon presiden (capres) berlomba-lomba menarik dukungan. Salah satu yang menjadi "jualan" mereka adalah tema nasionalisme ekonomi.

Meskipun isu nasionalisme menjadi salah satu jualan utama para capres, namun ternyata itu tak terlalu disukai oleh investor asing. Mereka para pemodal asing menilai proteksionisme ekonomi justru akan menghambat kinerja perekonomian nasional.

Sebaliknya, investor asing berharap pemerintahan baru bisa lebih terbuka dan tidak terlalu memproteksi perekonomian.

Sebagaimana dikutip dari Bloomberg, Jumat (6/6/2014), analis politik Paul Rowland menyebutkan bahwa isu nasionalisme menjadi sesuatu yang tak terelakkan di Indonesia, ketika para kandidat berebut suara. “Itu telah menjadi sesuatu yang tak terelakkan dalam politik, bahwa seseorang harus menjadi nasionalis," ujarnya.

Sejumlah isu yang terus dipantau investor asing berkaitan dengan pemerintahan baru mendatang antara lain larangan ekspor mineral mentah, kepemilikan saham bank, serta kebijakan pendanaan pemerintah.

Dalam hubungannya dengan kebijakan pendanaan anggaran, investor asing mencermati pernyataan Prabowo Subianto yang berencana memangkas utang luar negeri menjadi 0 persen mulai 2019.

Pun, investor juga "mewaspadai" pernyataan Joko Widodo yang menyesalkan besarnya ketergantungan pemerintah terhadap pemodal asing.

Isu lain yang menjadi perhatian besar investor asing adalah larangan ekspor mineral mentah. Sebagaimana diketahui, saat ini pemerintah telah memberlakukan larangan bagi seluruh perusahaan mengekspor mineral yang belum diolah.

Akibatnya, banyak perusahaan pertambangan besar, di antaranya Freeport dan Newmont, yang menurun kinerjanya akibat kebijakan tersebut. Atas isu ini, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla menyatakan bakal meneruskan larangan tersebut, kecuali jika mineral hasil tambang telah diolah atau dimurnikan.

"Hasrat untuk mengimplementasikan kebijakan yang protektif terhadap perekonomian lokal semakin tumbuh, yang dimulai dari pemerintahan saat ini. Padahal kalau dilihat, kebijakan itu bisa mematikan bisnis pertambangan di Indonesia," tulis Bloomberg.

Investor juga memperhatikan langkah otoritas keuangan Indonesia yang belakangan menjadi lebih restriktif terhadap industri keuangan. Bukti dari itu adaah gagalnya akuisisi Bank Danamon oleh DBS senilai 6,5 miliar dollar AS.

Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan Asia Tenggara, Indonesia cukup menarik di mata investor asing.

Meskipun Indonesia tidak bisa menutup diri dari kehadiran pemodal asing, bagaimanapun pemerintahan yang baru harus tetap menempatkan kepentingan ekonomi dalam negeri sebagai prioritas teratas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com