Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara menjelaskan, melemahnya nilai tukar rupiah sehingga menyebabkan revisi dalam RAPBN P 2014 bermula pada situasi 2013 yang di luar dugaan. "Ini karena adanya perubahan kebijakan moneter AS," kata dia dalam fit and propert test DGSBI, di ruang Komisi XI, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (9/6/2014).
Dia menuturkan, Indonesia merupakan negara kecil dalam sistem keuangan dunia. Dengan adanya globalisasi, Indonesia bersama negara emerging market lainnya akan terdampak jika ada kebijakan di negara pemilik dollar AS.
Mirza menuturkan, sebelum The Fed melakukan kebijakan dari yang longgar menjadi pengetatan, BI berasumsi nilai tukar rupiah masih sesuai APBN 2014. Tapi tenyata pemerintah AS melakukan perubahan drastis.
"Walaupun mungkin peningkatannya (suku bunga) lambat, namun ada perubahan aliran modal. Itu faktor utama yang membuat kurs di Indonesia dan negara-negara emerging market lain melemah," kata Mirza.
Dia menuturkan, suku bunga 0,25 persen itu tidak akan bertahan di tahun depan. Suku bunga 0,25 persen itu ditentukan pada saat AS krisis 2008-2009. Pada tahun depan, diperkirakan suku bunga AS menuju 1 persen, dan pada 2016 menuju 2 persen.
Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR RI, Dolfi Othniel Fredric Palit, mempertanyakan peran BI dalam menjaga nilai tukar rupiah. Dia menyesalkan, asumsi kurs direvisi dalam, 11 persen pada RAPBN P 2014 dari asumsi awal sebesar Rp 10.500 per dollar AS pada APBN 2014.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.