“Mungkin yang tidak turun minyak aja. Betul itu, karena kebutuhan harian itu (minyak). Tapi, kalau yang barang konsumsi, bahan baku industri, itu pasti akan turun,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi, ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (27/6/2014).
Menurut Bachrul, penurunan impor bahan baku dan impor barang konsumsi tidak hanya dipengaruhi pelemahan rupiah. Kenaikan harga energi, minyak dunia menjadi 126 dollar AS per barel pada September, juga membuat kontraksi permintaan barang produksi.
“Mereka (bisnis) pasti ngerem impor. Pasti kontraksi karena permintaan di dunia pasti akan turun,” ujarnya.
Namun, ditanya komoditas impor apa yang akan menurun, Bachrul mengatakan hampir terjadi di semua komoditas. “Sebentar lagi akan kelihatan komoditas mana. Dampaknya akan kelihatan di angka statistik 3 bulan lagi. Tapi secara intuitif sudah diperkirakan pasti akan turun hampir semuanya,” katanya.
Dia juga bilang, dengan adanya pelemahan rupiah yang lebih dari 15 persen ini, akan berdampak terhadap penurunan realisasi impor. Sebagian pebisnis akan menunda hingga rupiah lebih stabil.
“Saya tidak punya data yang menunda impor. Tapi secara bisnis biasanya, dan orang-orang bisnis mikir, kalau impor itu mesti ditunda pasti akan ditunda. Karena kalau nanti direalsiasi, daya beli di sini juga berkurang,” kata Bachrul.
Berdasarkan kurs tengah BI, saat ini rupiah bercokol pada posisi Rp 12.103 per dollar AS. Sebagai perbandingan, kemarin (26/6), rupiah berada pada posisi Rp 12.091 dan Rabu (25/6) mencapai Rp 12.027 per dollar AS.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.