Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas, Ebola Mengintai Ekonomi Dunia

Kompas.com - 11/08/2014, 10:45 WIB


KOMPAS.com -
Beberapa pekan terakhir, virus Ebola kembali mengintai keselamatan masyarakat dunia. Puncaknya, Jumat (9/8/2014), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan status darurat kesehatan internasional terkait penyebaran virus mematikan ebola yang melanda bagian Barat Afrika.

Status darurat diambil lantaran saat ini Ebola sudah menelan hampir 1.000 korban tewas. Status darurat kesehatan pun berlaku bagi negara-negara di Afrika barat yang mengalami kasus kematian terbanyak, semisal Liberia, Guinea, dan Sierra Leone. 

Tidak cuma membahayakan nyawa, virus Ebola mengintai pertumbuhan ekonomi. Ambil contoh Liberia. Di awal tahun, Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi, Liberia mampu membukukan pertumbuhan sebesar 5,9 persen.

Namun, sejak Ebola menjangkiti Liberia pada empat bulan lalu, Pemerintah Liberia telah kehilangan 2 persen dari total pendapatan tahunan negara. "Pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dari estimasi awal. Dampak Ebola sudah terasa," ujar Amara Konneh, Menteri Keuangan Liberia, mengutip Financial Times.

Nasib miris juga dialami Guinea. IMF telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Guinea menjadi 3,5 persen dari sebelumnya 4,5 persen. Hingga pekan ini, tercatat 300 warga Guinea telah tewas akibat virus Ebola. Tidak cuma ekonomi negara Afrika Barat yang terimbas negatif Ebola. Ekonomi negara dunia pun kena getahnya. Per 1 Agustus lalu, Uni Emirat Arab (UEA) menghentikan jadwal penerbangan pesawat yang hinggap di bandara Afrika Barat.  

Setelah UEA, maskapai lain semisal ASKY, Arik Air dan British Airways menempuh kebijakan sama. Bank Dunia menilai, terhentinya penerbangan internasional semakin menekan aliran dana masuk ke Afrika Barat. Tidak cuma itu, perlambatan aktivitas ekonomi di Afrika Barat turut mengganggu kinerja perusahaan multinasional. Sebagai negara kaya tambang emas dan besi, operasional ArcelorMittal, Hummingbird, Chevron, Exxon dan Total, harus berhenti karena wabah Ebola. 

"Jika kondisi ini terus berlanjut, tingkat produksi Afrika Barat akan turun signifikan," demikian laporan Bank Dunia.

Efek mematikan terhadap ekonomi dunia semakin membesar tatkala ketakutan akan penyalahgunaan Ebola. Sejumlah negara adidaya mengkhawatirkan bahwa Ebola akan disebarkan sebagai senjata teror yang menakutkan.

"Militer dan pemerintah melihat peluang Ebola sebagai agen alat teroris. Ketakutan terhadap isu ekonomi lebih besar dibandingkan isu kesehatan," ujar Ian Jones, Profesor University of Reading seperti dikutip CNN

Pekan lalu, Bank Dunia mengucurkan dana bantuan sebesar 200 juta dollar AS untuk meredam epidemi Ebola.  Sebelumnya, di Maret, America's National Institutes of Health memberikan dana riset sebesar 28 juta dollar AS untuk membuat vaksin Ebola.

Departemen Pertahanan AS pun meneken kontrak senilai 140 juta dollar AS dengan Tekmira, perusahaan riset di Vancouver, Kanada, untuk mengembangkan obat Ebola. Hingga saat ini, belum ada obat penawar yang bisa menyembuhkan pasien yang terjangkiti oleh virus Ebola. Terbaru, Kent Brantly, relawan dokter AS, disuntik ZMapp. Ini adalah obat Ebola yang baru diuji coba pada hewan. (Dessy Rosalina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Gas Murah buat Industri, Menteri ESDM: Insya Allah Akan Dilanjutkan

Soal Gas Murah buat Industri, Menteri ESDM: Insya Allah Akan Dilanjutkan

Whats New
Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Spend Smart
Apa Itu 'Cut-Off Time' pada Investasi Reksadana?

Apa Itu "Cut-Off Time" pada Investasi Reksadana?

Earn Smart
Mengenal Apa Itu 'Skimming' dan Cara Menghindarinya

Mengenal Apa Itu "Skimming" dan Cara Menghindarinya

Earn Smart
BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

Whats New
Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Whats New
CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

Whats New
Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Earn Smart
HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com