Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Siap Ambil Risiko Kenaikan Harga BBM

Kompas.com - 03/09/2014, 10:03 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com —
Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) harus menelan pil pahit pada masa pemerintahannya selama lima tahun ke depan. Pil pahit tersebut berupa keputusan untuk mengambil kebijakan yang tidak populis bagi rakyat Indonesia.

Pada masa pemerintahannya, Jokowi-JK harus menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 yang telah diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 15 Agustus lalu. Masalahnya adalah postur APBN 2015 menyediakan ruang fiskal yang sempit buat pemerintahan Jokowi-JK.

Jokowi sangat menyadari, tugas berat yang bakal dipikul pemerintahannya adalah subsidi yang sangat besar, terutama untuk bahan bakar minyak (BBM). Itu sebabnya, dia siap mengerek harga BBM bersubsidi. Ia menyatakan juga untuk siap untuk dinilai tak populis di mata rakyat lantaran menaikkan harga BBM demi menyehatkan fiskal negara. "Saya siap mengambil pahitnya, mau kotor-kotoran, dan tidak populer sekarang, asalkan selanjutnya Indonesia menjadi lebih baik," ujar Jokowi kepada KONTAN dalam wawancara khusus.

Untuk memperlebar ruang fiskal, Tim Transisi Jokowi-JK sudah bertemu dengan Wakil Presiden Boediono, Selasa (2/9/2014). Salah satu materi pembahasannya adalah mengenai RAPBN 2015. "Program baru yang diajukan Jokowi disampaikan dalam pembicaraan tersebut," kata Yopie Hidayat, juru bicara Wakil Presiden.

Menurut David Sumual, ekonom Bank Central Asia (BCA), merestrukturisasi RAPBN 2015 memang menjadi pekerjaan rumah (PR) utama pemerintahan Jokowi-JK. Sebab, RAPBN 2015 bentukan pemerintahan SBY kurang marketable sehingga perlu restrukturisasi APBN, khususnya dari sisi belanja dan pendapatan negara. "Pembenahan birokrasi, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, perlu dioptimalkan," ujarnya.

Enny Sri Hartati, ekonom dari Indef, menimpali bahwa PR lain yang mendesak bagi Jokowi-JK adalah memperbaiki kondisi fiskal yang sudah rusak. Saat ini, utang pemerintah semakin menggunung lantaran pendapatan negara tidak mampu memenuhi semua biaya belanja pemerintah. Hasilnya, lebih besar pasak daripada tiang.

Kondisi ini disebut defisit keseimbangan primer. "Dalam bahasa sederhana, perekonomian saat ini tekor. Sebab, pendapatan pemerintah tidak sanggup bayar bunga atau cicilan utang. "Jokowi-JK harus melakukan efisiensi belanja dan menggenjot pendapatan negara," kata Enny.

Sementara itu, Didin Damanhuri, ekonom Institut Pertanian Bogor, mengingatkan agar Jokowi jangan terlalu drastis memangkas subsidi untuk rakyat. "Subsidi adalah amanat konstitusi. Subsidi harus diberikan ke program yang tepat sasaran. Kalau tidak tepat, subsidi bisa dicabut," ujar dia. (Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika, Barly Haliem, Dikky Setiawan, Noverius Laoli)
baca juga: Simak Harapan Pengusaha untuk Kabinet Jokowi-JK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Punya KPR BCA? Ini Cara Cek Angsurannya Lewat myBCA

Punya KPR BCA? Ini Cara Cek Angsurannya Lewat myBCA

Work Smart
APRIL Group Terjun ke Bisnis Kemasan Berkelanjutan, Salah Satu Investasi Terbesar di Sumatra dalam Satu Dekade

APRIL Group Terjun ke Bisnis Kemasan Berkelanjutan, Salah Satu Investasi Terbesar di Sumatra dalam Satu Dekade

BrandzView
Siap-siap, BSI Bakal Tebar Dividen Rp 855,56 Miliar

Siap-siap, BSI Bakal Tebar Dividen Rp 855,56 Miliar

Whats New
Kalbe Farma Umumkan Dividen dan Rencana 'Buyback' Saham

Kalbe Farma Umumkan Dividen dan Rencana "Buyback" Saham

Whats New
Pos Indonesia Ubah Aset Gedung Jadi Creative Hub E-sport

Pos Indonesia Ubah Aset Gedung Jadi Creative Hub E-sport

Whats New
IHSG Lanjutkan Kenaikan Tembus Level 7300, Rupiah Tersendat

IHSG Lanjutkan Kenaikan Tembus Level 7300, Rupiah Tersendat

Whats New
Pengusaha Korea Jajaki Kerja Sama Kota Cerdas di Indonesia

Pengusaha Korea Jajaki Kerja Sama Kota Cerdas di Indonesia

Whats New
Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Whats New
Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Whats New
Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Whats New
Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Whats New
Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

Whats New
Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com