Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Keajaiban" Kerja Keras, Kepemimpinan, dan K-Pop...

Kompas.com - 22/09/2014, 09:12 WIB
Budi Suwarna,
Hamzirwan

Tim Redaksi

Sumber KOMPAS

KOMPAS.com - Dekade 1960-an, Korea Selatan masih tergolong negara agraris termiskin di dunia. Namun, dalam dua-tiga dasawarsa, negeri yang terkoyak perang saudara itu berubah menjadi negara industri baru nan sejahtera. Padahal, Korea tak punya banyak sumber daya alam bahkan tidak memiliki setetes pun minyak. Bagaimana bisa?

Tulisan ini merupakan bagian kedua dari dua bagian tulisan tentang kebangkitan dan lompatan Korea Selatan. (Bagian Pertama: Korea, Negeri yang Berlari Kencang dari Puing Perang...)

= = =

Bagaimana Korsel bisa melompat dari negara miskin menjadi negara sejahtera dalam waktu singkat? Sarjana dan media Barat menyebut apa yang terjadi pada Korsel sebagai ”keajaiban”. Namun, kemajuan yang diraih Negeri Ginseng tidak terjadi dalam satu malam.

Setelah perang saudara reda di awal semester kedua 1953, kata Rezky Kim Seok-gi, Direktur Pusat Kebudayaan Korea (KCC), para pemimpin Korsel menyusun rencana pembangunan lima tahunan dan mempercepat pembangunan infrastruktur. ”Rencana itu kami jalankan dengan disiplin tinggi dan kerja keras di bawah kepemimpinan kuat,” ujarnya.

Karena sumber daya alam Korsel sangat minim, lanjut Rezky, pemerintah mendorong negeri itu menjadi negara industri. Mereka menyalurkan utang luar negeri ke pengusaha lokal dalam bentuk skema pinjaman lunak, subsidi, dan insentif. Pemerintah juga memberikan perlindungan terhadap produk yang mereka hasilkan.

Di saat yang sama, pemerintah menanamkan doktrin yang tidak bisa ditawar-tawar tentang cinta produk lokal sebagai bagian dari sikap patriot. ”Kalau menggunakan produk asing, kami merasa malu karena dianggap tidak membantu negara. Inilah yang membuat perusahaan Korsel bisa hidup dan terus berkembang karena mereka punya pasar,” ujar Rezky.

Felix Moos dalam artikel Korea Globalizes: A Tiger Cub Growing (1988) menuliskan, perlindungan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan sering kali berupa hak monopoli yang ekstrem. Namun, dengan cara itu, beberapa perusahaan lokal menjelma jadi perusahaan besar dan dikenal di tingkat global, seperti Posco, Hyundai, KIA, Samsung, Daewoo, dan LG.

Felix menambahkan, selain kepemimpinan yang kuat, ada faktor lain yang menentukan keberhasilan Korsel, yakni Amerika Serikat. Di awal pembangunan Korsel, AS menggelontorkan banyak uang dan gagasan. ”Tanpa AS dan Jepang, Korsel tidak mungkin bisa bangkit dari perang dan konflik dengan Korut,” tulis Felix.

Dari klien jadi kompetitor

Hebatnya, setelah jadi negara industri, Korsel bisa mengubah posisinya dari klien AS dan Jepang menjadi kompetitor utama. Seperti dikutip dari AFP edisi 8 Juni 2014, Samsung kini menguasai 25,2 persen pasar ponsel pintar dunia, mengalahkan produk AS, Apple, yang menguasai 11,9 persen. Adapun LG mendesak ke atas sebagai peringkat kelima dengan penguasaan pasar 4,9 persen.

Gambaran di atas menunjukkan faktor internal tetap yang lebih menentukan kemajuan Korsel, utamanya kualitas sumber daya manusia negeri itu. Profesor Park Sang-il menjelaskan, sejak awal membangun negeri, Korsel sadar bahwa mereka hanyalah negara miskin, dengan penduduk yang juga miskin. Maka, satu-satunya cara agar bisa bertahan adalah dengan meningkatkan kualitas SDM.

Pada periode 1980-an dan 1990-an, lanjut Sang-il, banyak anak-anak muda yang dikirim ke AS dan Jepang untuk belajar, terutama tentang teknologi tinggi. Sang-il adalah salah seorang di antara mereka. Ia berangkat ke AS untuk melanjutkan studi pascasarjana strata dua dan doktor di bidang elektronika.

Setelah menyerap banyak ilmu dan pengalaman bekerja di bidang semikonduktor di AS, ia kembali ke Korsel dan bekerja di Samsung. Selanjutnya, ia menjadi salah satu dari sejumlah orang penting di balik kesuksesan Samsung dalam mengembangkan sejumlah teknologi telepon pintar.

Di ruang kerja yang sedikit berantakan, ia menunjukkan beberapa peralatan teknologi tinggi hasil rancangannya. ”Ini belum diluncurkan,” kata mantan Senior Vice President Samsung (1995-2006) yang memegang 17 hak paten di AS dan 32 hak paten internasional tersebut.

K-Pop, Lompatan kedua dari Korea

Jalan serupa ditempuh Lee Soo-man, mantan penyanyi yang memutuskan merantau ke AS untuk mempelajari industri hiburan, kurun 1980-an. Pada 1990-an, ia kembali ke Korsel dan jadi otak di balik ekspansi K-Pop yang memicu histeria jutaan anak muda dari Asia hingga Amerika. Tiba-tiba saja industri musik Korsel yang hingga awal 1990-an belum terdengar gaungnya, awal 2000-an, memicu kehebohan di banyak negara.

Dari sini, banyak pengamat menyebut K-Pop sebagai penanda lompatan kedua Korsel. Negeri itu tidak lagi sekadar mengekspor produk manufaktur, tetapi juga produk budaya pop, citra, dan imajinasi Korea ke dunia global.

Dan, pengaruh Korsel benar-benar terasa kehadirannya dalam kehidupan sehari-hari. Kita makin terbiasa memakai ponsel pintar Samsung, mesin cuci dan AC LG, mobil Hyundai, belanja di Lotte Mart, merawat wajah dengan BB cream korea, hingga mengunyah kimchi dan roti korea.

Catatan:
Dua bagian tulisan ini sebelumnya merupakan satu tulisan utuh di Harian Kompas edisi Sabtu (20/9/2014), dengan Judul "Negeri yang Terus Berlari Kencang", karya Budi Suwarna dan Hamzirwan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Punya KPR BCA? Ini Cara Cek Angsurannya Lewat myBCA

Punya KPR BCA? Ini Cara Cek Angsurannya Lewat myBCA

Work Smart
APRIL Group Terjun ke Bisnis Kemasan Berkelanjutan, Salah Satu Investasi Terbesar di Sumatra dalam Satu Dekade

APRIL Group Terjun ke Bisnis Kemasan Berkelanjutan, Salah Satu Investasi Terbesar di Sumatra dalam Satu Dekade

BrandzView
Siap-siap, BSI Bakal Tebar Dividen Rp 855,56 Miliar

Siap-siap, BSI Bakal Tebar Dividen Rp 855,56 Miliar

Whats New
Kalbe Farma Umumkan Dividen dan Rencana 'Buyback' Saham

Kalbe Farma Umumkan Dividen dan Rencana "Buyback" Saham

Whats New
Pos Indonesia Ubah Aset Gedung Jadi Creative Hub E-sport

Pos Indonesia Ubah Aset Gedung Jadi Creative Hub E-sport

Whats New
IHSG Lanjutkan Kenaikan Tembus Level 7300, Rupiah Tersendat

IHSG Lanjutkan Kenaikan Tembus Level 7300, Rupiah Tersendat

Whats New
Pengusaha Korea Jajaki Kerja Sama Kota Cerdas di Indonesia

Pengusaha Korea Jajaki Kerja Sama Kota Cerdas di Indonesia

Whats New
Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Whats New
Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Whats New
Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Whats New
Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Whats New
Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

Whats New
Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com