"Diantaranya adalah Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) itu dijadikan satu badan di bawah Presiden langsung, tidak di bawah Menteri Keuangan," kata dia dalam Indonesia Knowledge Forum, di Jakarta, Jumat (10/10/2014).
Bambang menjelaskan, badan tersebut nantinya hanya memiliki kewenangan terbatas, sebagai pemungut pajak, dan bukan yang membuat aturan pajak. "Kalau yang memungut diberi kewenangan membuat aturan pajak, kemungkinan mereka membuat lubang-lubang," jelas Bambang.
Selain membuat badan penerimaan negara, Bambang juga menyebut penerimaan pajak harus bergeser, dari ketergantungan terhadap PPh menjadi ke PPn atau pajak pertambahan nilai.
Menurut Bambang, Pajak Pertambahan Nilai dikembalikan saja pada pajak penjualan. Indonesia kata dia, terlalu terburu-buru menerapkan value added tax, sementara negara dimana rasio pajaknya tinggi seperti Amerika Serikat dan Singapura saja masih menggunakan sales tax.
"Padahal value added tax itu bisa berjalan jika hukum berjalan baik, seperti contohnya di Perancis. Di Indonesia, hukumnya amburadul kok menerapkan value added tax," tandas Bambang.
Dengan cara-cara tersebut, Bambang optimistis rasio penerimaan pajak Indonesia bisa di rentang 16-17 persen terhadap PDB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.