Dia menyebutkan, seperti Bank Dunia dan ADB yang tidak lagi mendukung pembangunan PLTU batu bara, bisa menjadi indikasi ada kepentingan Amerika Serikatuntuk memasarkan teknologi gas turbin, sehingga lebih banyak teknologi gas turbin digunakan di dunia.
“Maka, tekanan untuk tidak menggunakan PLTU batu bara bisa disembunyikan di balik slogan-slogan pro lingkungan. Tentu ada pengruh geopolitik yang di balik itu sebenarnya adalah kepentingan ekonomi dan penguasaan sumber energi oleh negara-negara besar,” kata Nur di Jakarta, Selasa (14/10/2014).
Selain isu lingkungan tersebut, faktor eksternal yang juga mempengaruhi proyek-proyek listrik adalah rebutan konsesi. Nur menyebut, rebutan konsesi tersebut sangat dipenuhi aktivitas rent seeking.
“Kita lihat di mana konsesi gas misalnya, dibagikan ke pulau-pulau kecil, tapi kemudian tidak ada realisasinya, akhirnya dialihkan ke perusahaan yang punya kemampuan finansial untuk merealisasaikannya,” ujar Nur.
Rebutan konsesi ini akan sangat berbahaya apabila tidak ditangani dengan baik. Sebab, kata Nur, hal itu bisa menimbulkan kesan seolah-olah persoalan energi di masa depan sudah diamankan. Namun kenyataannya, sebagian besar konsesi tidak terealisasi.
“Dan suatu ketika pembangkit itu dibutuhkan, kita akan mengalami kekurangan pasokan listrik, dan itu akan berdampak besar sekali dalam pertumbuhan ekonomi,” ucap Nur.
Selain soal lingkungan dan konsesi, proyek listrik atau lebih luas lagi investasi di sektor energi dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar, sehingga membuat grogi program investasi di sektor energi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.